Minggu, 04 Maret 2012

Pulau Kemaro

Pulau Kemaro

Ditengah Sungai Musi terdapat sebuah pulau bernama Pulau Kemaro. Nama tersebut berarti pulau yang tidak pernah tergenang air, walaupun air pasang besar, pulau tersebut tidak akan kebanjiran dan akan terlihat dari kejauhan terapung-apung diatas perairan Sungai Musi.

Pulau ini mempunyai legenda tentang kisah cinta Siti Fatimah putri Raja Palembang yang dilamar oleh anak Raja China yang bernama Tan Bun Ann. Syarat yang diajukan Siti Fatimah pada Tan Bun Ann adalah menyediakan 9 guci berisi emas, keluarga Tan Bun Ann menerima syarat yang diajukan

Untuk menghindari bajak laut saat diperjalanan membawa emas dari negeri China, maka emas didalam guci tersebut ditutupi dengan asinan dan sayur. Ketika kapal tersebut tiba di Palembang, Tan Bun Ann memeriksa guci tersebut telah ditutui asinan dan sayur. Dengan rasa marah dan kecewa maka seluruh guci tersebut dibuangnya ke Sungai Musi tetapi pada guci yang terakhir terhempas pada dinding kapal dan pecah berantakan sehingga terlihatlah kepingan emas yang ada didalamnya.

Rasa penyesalannya membuat anak Raja China tersebut mengambil keputusan untuk menerjunkan diri ke sungai dan tenggelam. Melihat hal tersebut Siti Fatimah ikut menerjunkan diri ke sungai sambil berkata: "Jika ada tanah tumbuh di tepi sungai ini, maka disitulah kuburan saya."

Dipulau ini terdapat sebuah kelenteng Budha yang selalu dikunjungi penganutnya, terutama pada perayaan Cap Go Meh yang tidak hanya masyarakat keturunan Tionghoa di Kota Palembang tetapi dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan mancaneraga seperti Singapura, Hongkong, RCC dan lain-lain. Kita dapat ke pulau ini dengan menggunakan transportasi air seperti Gete, Speed Boat, dari dermaga wisata Benteng Kuto Besak (BKB) atau dari pabrik Intirub.

Pulau Kemaro

Sumber:
>Sumselprov.go.id

Taman Hutan Wisata Punti Kayu

Hutan Wisata Punti Kayu

Hutan Wisata Punti Kayu ini dapat di jangkau dengan kendaraan umum trayek Km 12 yang letaknya sekitar 7 Km dari pusat kota dengan luas + 50 ha. Sejak tahun 1998 telah ditetapkan sebagai hutan lindung.

Sejak tahun 1986 hasil kesepakatan antara Provinsi Sumatera Selatan dan Departemen Kehutan, Hutan Wisata Punti Kayu menjadi Hutan Wisata dengan menambah beberapa sarana wisata. Taman Hutan Wisata Punti Kayu dibagi atas 4 wilayah:

A. Wilayah taman rekreasi yang mempunyai fasilitas:

1. Kolam renang
2. Tempat Teduh
3. Pos Keamanan dan Pos Informasi
4. Kebun Binatang
5. Sarana Olahraga
6. Ruang serba guna

B. Wilayah Hutan Lindung

C. Wilayah Perkemahan

D. Wilayah Danau dan Rawa

Sumber:
Sumselprov.go.id

Sekilas Tari Gending Sriwijaya dan Tari Tanggai


Gending Sriwijaya merupakan tari spesifik masyarakat Sumatera Selatan untuk menyambut tamu istimewa yang berkunjung ke daerah ini, seperti kepala negara, kepala-kepala negara sahabat, duta-duta besar atau yang setara itu. Tari tradisional ini berasal dari masa Kerajaan Sriwijaya. Tarian yang khas ini mencerminkan sikap tuan rumah yang ramah, gembira dan bahagia, tulus terbuka terhadap tamu yang istimewa itu. Tarian digelarkan 9 penari muda dan cantik-cantik yang berbusana Adat Aesan Gede, Selendang Mantri, Paksangkong, Dodot dan Tanggai.

Mereka merupakan penari inti yang dikawal dua penari lainnya membawa payung dan tombak. Sedangkan di belakang sekali adalah penyanyi Gending Sriwijaya. Namun saat ini peran penyanyi dan musik pengiring ini sudah lebih banyak diganti tape recorder. Dalam bentuk aslinya musik pengiring terdiri dari gamelan dan gong. Sedangkan peran pengawal terkadang ditiadakan, terutama apabila tarian dipertunjukkan dalam gedung atau panggung tertutup. Penari paling depan membawa tepak sebagai Sekapur Sirih untuk dipersembahkan kepada tamu istimewa yang datang, diiringi dua penari yang membawa pridon terbuat dari kuningan.

Persembahan Sekapur Sirih ini menurut aslinya dilakukan oleh putri Raja, Sultan atau bangsawan. Pembawa pridon biasanya adalah sahabat akrab atau inang pengasuh sang putri. Tari Gending Sriwijaya, termasuk lagu pengiringnya diciptakan tahun 1944 untuk mengingatkan para pemuda bahwa para nenek moyang adalah bangsa besar yang menghormati persaudaraan dan persahabatan antar manusia dan hubungan antara manusia dengan Sang Pencipta.



Masyarakat Palembang memiliki seni tari sendiri, baik bergaya modern hasil kreasi seniman-seniwatinya, maupun tari-tarian klasik. Diantaranya, Tari Tepak atau Tari Tanggai yang biasa digelarkan untuk menyambut tamu-tamu terhormat. Tarian ini memiliki persamaan dengan Tari Gending Sriwijaya. Perbedaannya pada jumlah penari dan busananya. Tari Tepak atau Tanggai dibawakan oleh 5 penari, sedang Gending Sriwijaya 9 penari. Busana penari tepak atau tanggai ini tidak selengkap busana dan asesori penari Gending. Tari Melati Karangan, merupakan perlambang keagungan kerajaan Sriwijaya mempersembahkan mealati dalam bentuk emas kepada kaisar Cina di abad ke VII. Tari Dana merupakan tarian rakyat yang biasa dibawakan para remaja. Tari digelarkan dalam acara gembira yang dibawakan 4-6orang penari atau secara massal oleh putra-putri. Tari Dana juga dikenal diseluruh Sumatera Selatan.

Sumber: Pemkot Palembang

Sungai Musi


Sungai Musi dengan Jembatan Ampera sebagai latar belakang

SUNGAI MUSI adalah sebuah sungai yang terletak di provinsi Sumatera Selatan, Indonesia. Dengan panjang 750 Km, sungai ini merupakan yang terpanjang di pulau Sumatera dan membelah Kota Palembang menjadi dua bagian. Jembatan Ampera yang menjadi ikon Kota Palembang pun melintas di atas sungai ini. Sejak zaman Kerajaan Sriwijaya hingga sekarang, sungai ini terkenal sebagai sarana transportasi utama bagi masyarakat. Di tepi Sungai Musi terdapat Pelabuhan Boom Baru dan Museum Sultan Mahmud Badaruddin II.

Sungai Musi membelah Kota Palembang menjadi dua bagian kawasan: Seberang Ilir di bagian utara dan Seberang Ulu di bagian selatan. Sungai Musi, bersama dengan sungai lainnya, membentuk sebuah delta di dekat Kota Sungsang. Mata airnya bersumber di daerah Kepahiang, Bengkulu. Sungai Musi disebut juga Batanghari Sembilan yang berarti sembilan sungai besar, pengertian sembilan sungai besar adalah Sungai Musi beserta delapan sungai besar yang bermuara di Sungai Musi. Adapun delapan sungai tersebut adalah:

1. Sungai Komering
2. Sungai Rawas
3. Sungai Leko
4. Sungai Lakitan
5. Sungai Kelingi
6. Sungai Lematang
7. Sungai Semangus
8. Sungai Ogan

Lahan seluas 3 juta ha di daerah aliran sungai (DAS) Musi dianggap kritis akibat maraknya penebangan liar. Kondisi ini dapat memicu banjir bandang dan tanah longsor.

Obyek Wisata di Tepi Sungai Musi:

- Jembatan Ampera
- Benteng Kuto Besak
- Restoran terapung Riverside
- Restoran terapung Warung Legenda
- Rumah Rakit
- Pulau Kemaro
- Bagus Kuning
- Sungai Gerong
- Pasar 16





Benteng Kuto Besak



Bangunan ini dibangun selama 17 tahun di mulai pada tahun 1780 dan diresmikan pemakaiannya pada hari senin tanggal 21 Februari 1797. Pemprakarsa pembangunan benteng ini adalah Sultan Mahmud Badaruddin I (1724 - 1758) dan pembangunannya dilaksanakan oleh Sultan Mahmud Badaruddin, sebagai pengawas pembangunan dipercayakan kepada orang-orang China.

Benteng Kuto Besak Palembang mempunyai ukuran panjang 188,75 meter, lebar 183,75 meter dan tinggi 9,99 meter (30 kaki) serta tebal 1,99 meter (6 kaki). Di setiap sudutnya terdapat bastion (baluarti), bastion yang terletak disudut barat laut bentuknya berbeda dengan tiga bastion lainnya. Tiga bastion yang sama tersebut merupakan ciri khas bastion Benteng Kuto Besak, di sisi timur, selatan dan barat terdapat pintu masuk lainnya disebut lawang buritan.

Suatu kebanggaan bagi Wong Palembang bahwa Benteng Kuto Besak merupakan satu-satunya benteng yang berdinding batu dan memenuhi syarat perbentengan/pertahan yang dibangun atas biaya sendiri untuk keperluan pertahanan dari serangan musuh bangsa Eropa dan tidak diberi nama pahlawan Eropa.



Sumber:
Sumselprov.go.id



Rumah Tradisional Limas

Rumah Limas merupakan prototipe rumah tradisional Palembang. Selain ditandai dengan atapnya yang berbentuk limas, rumah tradisional ini memiliki lantai bertingkat-tingkat yang disebut Bengkilas dan hanya dipergunakan untuk kepentingan keluarga seperti hajatan. Para tamu biasanya diterima diteras atau lantai kedua.

Kebanyakan rumah limas luasnya mencapai 400 sampai 1000 meter persegi atau lebih, yang didirikan diatas tiang-tiang dari kayu unglen atau ulin yang kuat dari tanah dan air. Dinding, pintu dan lantai umumnya terbuat dari kayu tembesu. Sedang untuk rangka digunakan kayu seru. Setiap rumah terutama dinding dan pintu diberi ukiran.

Saat ini rumah limas sudah jarang dibangun karena biaya pembuatannya lebih besar dibandingkan membangun rumah biasa. Rumah limas yang sering dikunjungi olei wisatawan adalah milik keluarga Bayumi Wahab di Jl. Mayor Ruslan dan Hasyim Ning di Jl. Pulo, 24 Ilir, Palembang. Namun hampir ditiap pelosok kota terdapat rumah limas yang umumnya sudah tua, termasuk sebuah rumah limas di museum Balaputra Dewa.

Sumber:
Sumselprov.go.id












Museum


Museum Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang

Di Palembang terdapat dua museum. Yaitu, museum Sultan Mahmud Badaruddin II yang letaknya ditepi Sungai Musi dan dikelola oleh Pemerintah Kota Palembang. Lainnya adalah Museum Balaputra Dewa di Jl. Sudirmam Km 5,5 Palembang yang dibangun tahun 1978 dan dikelola Dinas Pendidikan Nasional.

Di museum SMB II terdapat arca-arca kuno diantaranya Ganesha Amarawati dan Buddha serta peninggalan kuno, termasuk dari era Sriwijaya.


Museum Balaputra Dewa Palembang

Museum Balaputra Dewa dibangun dengan arsitektur tradisional Palembang pada areal seluas 23.565 meter persegi. Di museum ini terdapat sekitar 2000 koleksi barang-barang tradisional Palembang, ofset binatang dari berbagai daerah di Sumatera Selatan dan beberapa miniatur rumah di pedalaman. Terdapat pula replika prasasti yang pernah ditemukan di Bukit Siguntang.

Museum terbuka untuk umum mulai pukul 09.00 sampai 14.00 kecuali hari Senin, hari Minggu dibuka pada pukul 08.00 - 14.00 WIB. Dari pusat kota dapat dicapai dengan kendaraan otolet atau taksi-taksi yang langsung ke halaman museum.

Sumber:
Sumselprov.go.id