Kamis, 24 Januari 2013

Tak Bisa Kelain Hati

Cerpen: Lya SM

"Bersama dia, aku sama sekali lupa Leo. Apa aku sudah mengkhianatinya ya?"



* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *



"Kenapa Mith, sakit?" tanya Nana khawatir. Soalnya tidak seperti biasanya, hari ini Mitha tampak lebih pendiam. Meskipun fisiknya tidak memperlihatkan kalau dia sedang tidak sehat.

"Aku baik-baik saja kok."

"Tapi kok murung?"

"Aku lagi pengen diem aja," jawabnya santai. Tapi tiba-tiba....

"Eh, Na, seru kali ya kalau aku mati," katanya.

Tentu saja Nana terlonjak kaget. Dirabanya kening Mitha, spontan.

"Eling, Mith. Kamu segar bugar begini kok sempet-sempetnya mikirin mati? Bisa kualat kamu> Memangnya kamu mau bunuh diri ya?"

"Ih amit-amit!"

"Lho, tadi kamu bilang...." Nana mengerutkan keningnya.

"Maksudku, aku ingin bikin skenario seolah-olah sebentar lagi aku akan mati. Pasti seru kan?"

Nggak! Sama sekali nggak seru. Aku malah nggak suka ide itu. Ngapain sih, kamu bikin skena/ rio yang serem begitu?"

"Aku ingin lihat apa reaksinya."

"Reaksinya? Reaksi siapa?"

"Si Leo, Siapa lagi?" Nana menepuk jidatnya sendiri.

"yA ampun! Jadi cintamu masih ditolak juga?"

Nggak. Aku cuma sebel aja ke dia. Katanya dia sayang sama aku. Cinta sama aku. Tapi kok begitu aku ngajak dia buat jadian, nggak mau. Dia malah cuekin aku sekarang. Bete nggak sih?" ujarnya sewot sendiri.

Nana bru mengerti apa maksud Mitha sebenarnya. Sambil senyum-senyum geli, dia menlingkarkan tangannya di bahu sahabatnya sejak sama-sama SMP itu.

"Aku kasih tahu ya. Mith, buat nindukin cowok model si Leo itu, harus pake taktik sedikit. Dia kan cuekin kamu, jadi kamu harus balas cuekin dia dong. Lebih cuek lebih bagus," kata Nana serius.

Aku sudah coba tapi nggak mempan."

"Berapa lama?"

"Dua hari."

"Yaaa, itu sih...."

"Soalnya aku nggak tahan. Waktu aku lagi enak-enaknya cuekin dia, eh, tiba-tiba dia muncul di depanku. Dia ngajak aku ke mall. Kamu tahu sendiri kan gimana reaksiku kalau sudah diajak muter-muter ke pertokoan kayak gitu?"

"Tahu. Mata kamu langsung ijo!"

"Sekarang kamu harus coba lagi. Tapi kali ini kamu jangan mudah terbujuk. Memangnya cuma dia yang bisa ngajak kamu jalan ke mal?"

"Kalau aku nggak tahan lagi?"

Soal jalan ke mal sih sebenarnya tidak terlalu aku pikirin, Na. Tapi masalahnya aku ingin punya cowok. Nggak asyik kan jalan sendirian terus. Kamu sih enak udah punya cowok, meskipun masih misterius."

Nana nyengir. Cowok misterius? Pertanyaan itu membuat Nana geli, tapi sekaligus miris. Nggak misterius amat kok, Mith. Kamu udah kenal cowok itu kok. Hanya saja sekarang bukan saatnya aku buka kartu. Sabar aja ya...!

"Kalau aku boleh bilang sih, teman-teman si Leo juga juga masih banyak yang lebih oke. Kenapa kamu nggak coba untuk pindah kelain hati aja? Kayak ke si Ken atau Ryan, gitu. Daripada nungguin si Leo bikin kmu capek," ujar Nana hati-hati. Mitha mengerutkan keningnya. Kepalanya manggut-manggut.

"Kamu benar. Tapi kamu juga salah, karena aku tidak bisa pindah kelain hati. Sekali Leo, tetap Leo. You know?"

Nana menaikan alisnya. Nyengir. Terserah kamu deh!

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *



Bubaran kelas, Mitha buru-buru meninggalkan sekolahnya. Langkahnya tergesa-gesa. Hari ini dia memang sudah janji untuk mengantar Mama ke salon. Dan kesempatan ini tidak akan Mitha sia-siakan, biar bisa nebeng creambath gratis. Rencananya sepulang dari salon, mereka akan langsug pergi belanja. Biasa, untuk menghabisan sisa dana akhir bulan.

"Sudah mau pulang, Mith? Kok buru-buru amat sih? Nggak nunggu Leo dulu?" tanya Ken yang berpapasan dengannya di depan pintu gerbang sekolah.

"Aduh sori deh. Kali ini aku nggak punya waktu lagi buat nunggu si Leo. Lagian hari ini aku sudah ada janji kok."

"Janji? sama cowok lain?"

""Ada deh. Sudah ya.... daaaahhh..." Mitha buru-buru meninggalkannya.

Ken melongo. Dia benar-benar heran melihat sikap Mitha hari ini. Tumben tuh anak cuek, pikirnya. Tanpa pikir panjang lagi, Ken memburu kelas Leo yang baru saja bubaran.

"Leo. Leo!" teriaknya tanpa ampun lagi. Dari arah yang berlawanan Leo melambaikan tangannya.

"Ada apa? Kok kayak baru melihat setan begitu sih?"

"Itu si Mitha...." sahutnya ngos-ngosan.

"Kenapa? Dia titip salam lagi? Kan sidah biasa," kata Leo tenang.

"Justru sebaliknya, Leo"

"Maksud kamu?"

"Kayaknya dia sudah tidak suka lagi sama kamu deh. Sikapnya cuek banget waktu tadi aku ajak dia nungguin kamu. Dia malah buru-buru pergi. Katanya sudah ada janji dengan seseorang. Kayaknya dia punya cowok baru deh."

"Nggak mungkin. Aku tahu banget bagaimana si Mitha. Orangnya setia. Sakali jatuh cinta, terus lengket selamanya."

"Geer banget sih kamu. Kali ini aku barani taruhan deh. Dia pasti bakal tinggalin kamu," kata Ken meyakinnya. Melihat keseriuasan Ken, Leo terpancing juga.

"Serius, Ken?"

"Serius. Makanya kamu jangan terlaalu jual mahal begitu. Kamu pikir si Mitha akan tahan dicuekin terus seperti ini? Dia juga punya perasaan, Leo."

"Kamu tahu, kira-kira siapa cowoknya?"

"nggak sih. Tapi kayaknya masih anak sekolah kita deh."

"Berani banget dia," kata Leo gemas. Tapi sepertinya Leo hafal betul kepada siapa dia harus memastikan soa informasi itu. Nana. Siapa lagi?

"Eh, Ken, kamu masih ingat kan bagaimana caranya membuat Mitha kembali sama aku?"

"Pasti ajak dia ke mal."

"Nah, tunggu apa lagi?" kata Leo sambil mengembangkan senyum manisnya. Rasa percaya dirinya kembali muncul. Ah, terlalu gampang sebenarnya merontokkan hati Mitha.

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *



"Kamu benar, Na!" seru Mitha keesokan harinya. Tentu saja tanpa hujan tanpa angin, Mitha muncul begitu saja di rumah Nana sore itu.

Apanya yang benar?" Nana mengerutkan keningnya.

"Soal si Leo."

"tentu saja. Kali ini aku benar-benar bertahan. Padahal kemarin sore dia datang ke rumahku dan mengajak lagi jalan ke mal. Tapi aku menolak. Kamu tahu kenapa?"

"Karena kamu ingin balas cuekin dia."

"Bukan. Tapi karena aku dapat cowok baru. Dan ternyata aku bisa pindah ke lain hati kok," tuturnya.

"Haahh? Serius Mith? Secepat itu? Siapa?" Nana nyaris tak percaya.

"Sebenarnya bukan orang baru. Tapi di mataku dia benar-benar tipe cowok macho. Bayangin aja, dia sudah menolong Mamaku waktu hampir kecopetan. Ya, seperti dalam film-film, tiba-tiba dia datang buat menolong kami. Aduh, meskipun ceritanya agak lucu, tapi buatku itu romantis banget. Dia mampu melakukan hal yang tidak pernah Leo lakukan. Entah kenapa hatiku langsung berdebar-debar." Mitha menarik napas panjang, sebelum melanjutkan lagi...

"Lebih seru lagi, ketika tiba-tiba Mamaku muncul. Dan kamu tahu apa yang terjadi selanjutnya? Mamaku berteriak. Tidak, bukan karena mu kecopetan lagi. Tapi ternyata, Mamanya cowok itu adalah bekas teman Mamaku waktu di SMA. Ya, jadinya kita kayak reunian deh. Aku sama cowok itu juga jadi ikut-ikutan tertawa geli. Lalu kita punya ide yang sama. Kita tinggalin aja mereka untuk kangen-kangenan. Sementara aku dan cowok itu ngubek-ngubek mal berdua. Aduh, aku senang banget deh, Na. Aku bahagia banget deh, Na. Suer, bersama dia, aku sama sekali nggak inget sama Leo tuh. Tapi apa itu aku berarti aku sudah mengkhianati Leo ya?" ujarnya sambil menatap Nana yang hanya terbengong-bengong mendengar penuturan Mitha yang panjang lebar itu.

"Ah, tapi cuek aja deh. Toh Leo belum jadi cowokku. Nggak tahu deh, kita bakal jadian atau nggak. Tapi sekarang aku sudah nggak perduli lagi kok," lanjutnya. Nana hendak membuka mulutnya. Tapi ia tidak jadi bicara.

"Heh, Na, kalau kamu juga naksir sama si Leo, ambil aja deh. Toh aku sudah punya gebetan baru. Dan kayaknya, sama yang ini aku cocok deh."

"Kamu serius Mith? Nggak nyesel?"

"Nggak. Aku rela kok. Siapa tahu sama kamu si Leo mau diajak jadian. Eh, sori, aku harus buru-buru balik nih. Cowok itu janji mau datang ke rumahku. Yang pasti ini jadi kejutan buat Leo."

"Kejutan? Apa maksud kamu Mith? Apa Leo mengenl cowok itu?"

"Tentu saja. Dia kan sahabatnya juga."

"Haahh?!"

"Si Ryan. Kamu juga kenal dia kan?"

"Kok bisa sih, Mith?"

"Apa sih yang nggak mungkin di dunia ini? Sudah ya, aku pulang dulu."

Mitha melenggang santai meninggalkan Nana yang masih terbengong-bengong sendirian.

"Eh, Mitha, tunggu dulu. Aku mau ngomong sama kamu."

"Ah, sudahlah. Nanti saja."

"Tapi Mith, ada sesuatu yang belum kamu tahu..." Nana mencoba mengejarnya. Tapi terlambat. Mitha sudah naik ke mobilnya dan segera melaju meninggalkan kepulan asap di udara. Nana terpaku di tempatnya berdiri. Ah, Mitha, seharusnya kamu mendengarkan aku dulu. Aku hanya ingin mengatakan, sebenarnya Leo sudah lama ngeduain kita. Dan aku tidak bisa menolaknya. Aduh, aku dosa nggak ya sama kamu, Mitha?