Jumat, 24 Oktober 2014

Melepas Cinta Karena Harta

Hiduplah sepasang suami istri yang bahagia. Istrinya yang cantik dan salihah bernama Fauziah binti Abdullah. Suaminya yang tampan bernama Salam bin Sufyan. Semua orang menilai mereka pasangan ideal yang taat beribadah walau keadaan ekonomi mereka biasa saja. Mereka adalah pasangan yang sabar menanti rezeki dan segala hal yang diatur oleh Allah.

Kecantikan Fauziah binti Abdullah sesungguhnya membuat semua lelaki iri kepada Salam bin Sufyan. Salah satunya adalah seorang saudagar kaya yang belum menikah di kota itu, bernama Husein bin Ishak. Husein bin Ishak selalu mengintip ke mana pun Fauziah pergi. Perasaan Husein gundah dan sangat menginginkan Fauziah. Karena tidak kuat menahan gelisah, dia mengatakan hal itu kepada sahabatnya, Ismail bin Sholeh.

’Ya Allah, kaujatuh cinta kepada perempuan bersuami. Apakah tidak ada perempuan lain selain dia?" tanya Ismail terkejut.

"Aku sangat mencintainya. Bahkan aku rela menukar apa pun untuknya," kata Husein yakin.

Mereka lalu menyusun rencana untuk memisahkan suami istri itu. Ismail mengatakan akan membantu Husein memperistri Fauziah. Ismail mendatangi rumah Fauziah dan Salam.

"Wahai Sahabatku, saudagar kaya bernama Husein bin Ishak ingin bertemu denganmu," kata Ismail pada Salam.

Salam sangat kaget dengan undangan itu. Bagaimana mungkin seorang saudagar kaya mengundang orang miskin sepertinya. Salam lalu memenuhi undangan Husein dengan hati yang dipenuhi tanda tanya.

Sampailah Salam di kediaman Husein yang sangat indah. Salam merasa undangan dari Husein merupakan penghargaan baginya dan dia merasa bahwa ini bisa menjadi jalan bagi kehidupannya.

"Selamat datang, Sahabatku," sambut Husein ramah.

Salam menjadi kikuk dengan panggilan sahabat.

"Assalamu’alaikum," katanya bergetar."Wa’alaikumsalam. Anggaplah ini sebagai rumahmu sendiri," kata Husein. "Aku ingin berbincang denganmu. Itu sebabnya, aku memanggilmu," lanjut Husein.

"Apa gerangan yang membuat kau memanggilku. Katakanlah, aku akan membantu jika memang kau membutuhkan ban tuanku," jawab Salam.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Husein.

"Aku baik-baik saja, sungguh pun aku dan istriku berada dalam kemiskinan," Salam berpikir dengan mengatakan hal itu, Husein akan memberikan sesuatu padanya.

’Ya, aku tahu mengenai itu. Itulah sebab aku memanggilmu."

Apa yang dikatakan Husein membuat Salam terperanjat.

"Bagaimana keadaan istrimu?" tanya Husein.

"Istriku? Dia adalah perempuan yang salihah dan sabar menghadapi ujian ini. Dia tidak pernah mengeluh dan tetap mengabdi kepadaku sebagai suaminya. Selain itu, yang membuatku bangga adalah kecantikannya tidak pernah memudar walau kesulitan melilit kami. Dia selalu merasa bahagia," jawab Salam bersemangat ketika bercerita mengenai Fauziah.

"Apa yang terjadi jika kalian bercerai?" Husein bertanya tanpa ragu.

"Ah, ada-ada saja. Aku sangat mencintainya dan hanya Allah yang akan memisahkan kami," jawab Salam.

"Hmmm, maksudku... aku ingin menukar istrimu dengan separuh harta yang kumiliki untukmu," kata Husein.

"Maksudmu?"

"Sejak lama, aku memendam cinta pada istrimu, bahkan rasa cinta itu membuatku gelisah sepanjang malam. Aku tidak bergairah melakukan apa pun, yang terbayang hanyalah istrimu dan aku ingin melamarnya. Karena itulah, aku memanggilmu. Aku ingin berbagi kisah sedih ini denganmu. Apakah perasaanku wajar? Bahkan aku rela menukar apa pun untuk seorang Fauziah," Husein mengatakan itu dengan bergetar.

Salam tidak mengatakan apa-apa. Pikirannya berkecamuk antara cinta dan harta. Jika dia memilih Fauziah, hidupnya akan tetap miskin. Jika dia melepaskan Fauziah, dalam hitungan detik dia menjadi kaya raya. Apa yang akan dipilihnya.

"Semua keputusan ada di tanganmu," ujar Husein.

"Berikan aku waktu untuk berpikir," pinta Salam.

Lalu pulanglah Salam ke rumahnya. Ditemuinya Fauziah dan memberitahukan perbincangannya dengan Husein. Fauziah sangat terkejut dengan apa yang dikatakan suaminya. Timbul perasaan waswas dalam hatinya. Sampai suatu hari, akhirnya Salam mengambil keputus¬an untuk menceraikan Fauziah.

"Suamiku menceraikanku," kata Fauziah dengan kesedihan yang mendalam. "Semua karena harta," lanjutnya.

Salam mengatakan kepada Husein bahwa dia sudah menceraikan Fauziah dan dia menuntut janji Husein yang akan memberikan setengah hartanya. Seluruh masyarakat mempergunjingkan hal itu. Semua orang mengetahui peristiwa yang dianggap memalukan itu; memilih harta dibandingkan cinta. Salam menceraikan Fauziah karena harta. Setelah masa idah Fauziah habis, Husein datang meminang Fauziah. Fauziah mengatakan akan melakukan shalat istikharah sebelum menolak atau menerima pinangan Husein. "Aku setuju untuk menunggu," kata Husein dengan tegas.

Tibalah hari memberi kabar mengenai jawaban yang diberikan Allah atas shalat istikharah Fauziah. Orangtua Fauziah mengutus salah satu kerabat ke rumah Husein.

"Wahai Sahabatku, jawaban dari Allah untuk pinanganmu adalah menerimamu sebagai suami bagi Fauziah."

Betapa bahagia hati Husein. Pernikahan diselenggarakan dengan meriah. Husein dan Fauziah berbahagia. Salam yang telah hidup bergelimang harta rupanya mendengar kebahagiaan mereka. Hatinya terbakar api cemburu. Dia membayangkan mantan istrinya yang cantik, salihah, dan sabar, kini telah menjadi milik orang lain. Kecemburuan itu membuat kesehatannya mem¬buruk. Akhirnya, Husein jatuh sakit. Biaya pengobatan yang besar lambat laun membuat hartanya habis dan dia kembali jatuh miskin.

"Cinta yang sangat terhadap harta dan kedudukan dapat mengikis agama seseorang." -HR Aththusi

Air Mata Ketakutan

Oleh : adminaba

Seluruh Madinah pastilah mengenal Abdurrahman bin Auf, seorang saudagar kaya yang tersohor. Ia juga seseorang yang dermawan. Seluruh penduduk Madinah menikmati kekayaannya. Sepertiga hartanya dipinjamkan untuk penduduk Madinah, sepertiganya lagi untuk membayar utang-utang mereka, dan sepertiga sisanya dibagi-bagikan kepada mereka.

Namun, Abdurrahman bin Auf ternyata adalah seseorang yang mudah tersentuh dan mempunyai rasa takut yang luar biasa. Ketakutan apakah yang dapat membuat Abdurrahman bin Auf menangis tersedu-sedu? Ini teijadi ketika para sahabat berkumpul dengan Abdurrahman bin Auf untuk menghadiri sebuah undangan di rumah beliau. Setelah makanan terhidang di hadapan mereka, sontak Abdurrahman bin Auf mena¬ngis. Seorang sahabat kemudian bertanya, "Kenapa kau menangis, wahai Abdurrahman?"

Masih berderai air mata ia menjawab, "Benar Rasulullah telah wafat. Tahukah kalian, beliau beserta keluarganya belum pernah memakan roti sampai kenyang? Apa harapan kita andai dipanjangkan usianya, tetapi tidak pula bertambah kebajikannya?"

Para sahabat pun ikut menangis bersama Abdurrahman bin Auf. Mereka inilah pemilik hati yang rapuh terhadap hidayah, selalu mendekatkan diri kepada Allah, dan tidak pernah berputus asa dalam mengharap ridha- Nya.

Di lain kesempatan, seseorang pernah bertanya kepadanya perihal ketakutannya tersebut. Begini jawaban Abdurrahman bin Auf.

"Kalian tentu mengenal Mush’ab bin Umar, bukan? Ia telah gugur sebagai seorang syuhada dan merupakan orang yang lebih baik daripada aku. Namun, ketika ia mati, padanya hanya diberikan sehelai kain kafan dari burdah. Jika ditutupkan ke kepalanya, kelihatan kakinya. Jika ditutupkan ke kedua kakinya, terbukalah kepalanya. Itu juga yang terjadi pada Hamzah, seorang syuhada yang lain, yang juga lebih baik daripadaku. Ia hanya mendapatkan sehelai selendang sebagai kafannya. Padahal, kepada kami telah dihamparkan dunia seluas-luasnya, dan diberikan pula hasil yang sebanyak-banyaknya. Sungguh aku khawatir, jangan-jangan pahala kebajikan kami sudah diberikan di dunia ini saja."

Itulah penyebab mengalirnya air mata ketakutan dari seorang Abdurrahman bin Auf, saudagar kaya yang sadar bahwa harta kekayaan yang ada padanya tidak akan membawa kebahagiaan padanya ketika tidak ia gunakan untuk membela agama Allah. Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita takut apabila harta kita tidak dapat menolong kita di akhirat nanti?

"Kekayaan yang kita peroleh adalah harta titipan dari Allah SWT
yang kelak dapat menolong kita di akhirat nanti."



-------------------------------------------------------
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Sumber : Kolom Abatasa.com
-------------------------------------------------------