Rabu, 04 Maret 2015

Laku Prihatin dan Tirakat (Bag 2/selesai)



Puasa weton terkait dengann kepercayaan dan kegaiban sukma (kepercayaan pada kebersamaan roh sedulur papat). Biasanya dilakukan untuk terkabulnya suatu keinginan yang sifatnya penting, dan untuk menjaga kedekatan hubungan dengan para roh sedulur papat dan restu pengayoman dari para leluhur, supaya kuat sukmanya, selalu peka rasa dan batin, peka firasat, hidupnya keberkahan dan lancar segala urusannya. Puasa weton tidak bisa ditukar dengan puasa bentuk lain, karena sifat dan kegaibannya berbeda.

_____________________________

Sesuai ajaran kejawen, sebelum melaksanakan puasa berdoalah di luar rumah menghadap ke timur. Begitu juga pada malam hari selama berpuasa, berdoa di luar rumah menghadap ke timur. Setelah selesai berpuasa berdoa juga mengucap syukur karena telah diberi kekuatan sehingga dapat menyelesaikan puasanya. Lebih baik lagi jika diawali atau ditutup dengan mandi kembang untuk membersihkan diri dari aura-aura negatif di dalam tubuh.

Untuk keperluan sehari-hari, misalnya untuk mempermudah jalan hidup, cukup puasa weton 1 hai (1 hari 1 malam), atau puasa Senin-Kamis saja, atau bisa juga mandi kembang saja (bisa hari apa saja sekali sebulan).

Dalam hal menjaga supaya kehidupannya selalu “keberkahan” dari dan dijauhan dari kesulitan-kesulitan, puasa ngebleng adalah yang terbaik. Biasanya dilakukan selama 1 hari 1 malam pada hari weton kelahiran seseorang.

Untuk keperluan sehari-hari untuk mempermudah jalan hidup dan mengejar sesuatu yang diinginkan, misalna untuk kemantapan bekerja dan perbaikan posisi/karir, cukup puasa weton 1 hari saja secara rutin setiap bulan. Lebih baik lagi jika disertai dengan mandi kembang untuk membersihkan diri dari aura-aura negatif di Dallam tubuh.

Dalam hal keinginan terkabulnya suatu hajat/keinginan khusus, sesuatu yang tidak terjadi setiap hari, yang biasa dilakukan adalah puasa ngebleng 3 hari 3 malam pada hari weton kelahiran seseorang.

Dalam hal keinginan terkabulnya suatu keingina khusus yang disertai nazar, yang basa dilakukan adalah puasa ngebleng 3 hari 3 malam pada hari weton kelahiran seseorang, dilakukan selama 7 kali (7 bulan) berturut-turut tanpa putus dan ditutup dengan suatu ritual dan sesaji penutup, atau acara tumpeng syukuran.

Dalam hal mencari suatu petunjuk gaib/wangsit, puasa ngebleng adalah yang terbaik. Biaanya dilakukan selama 3 hari 3 malam tanpa putus, hari Selasa atau Jumat Kliwon dijepit di pembersihan diri, ritual/syukuran, ritual bersih desa, ruwatan nasib/sangkala, menjamas keris, mandi kembang, ziarah, dan sebagainya.

Orang-orang yang sering melakukan laku puasa (termasuk puasa weton), biasanya kekuatan sukmanya akan meningkat. Oang-orang yang sering melakukan laku prihatin dan tirakat biasanya juga akan banyak menerima interaksi dari roh-roh lain, disadari ataupun tidak. Roh-roh itu bisa berasal dari lingkungan tempatnya berada, atau dari lingkungan tempat-tempat yang dikunjunginya (misalnya berziarah), atau juga dari roh-roh leluhur.

Bagi orang-orang terebut, sebaiknya sering melakukan mandi kembang untuk membersihkan aura-aura negatif yang berasal dari dirinya sendiri ataupun aura negatif yang menempel yang berasal dari tempat lain, supaya terselaraskan menjadi positif. Dan bagi yang sering berpuasa, gunanya mandi kembang bagi mereka juga sama, jangan sampai bertambah kuatnya sukmanya juga menambah kuat aura-aura negatif di dalam dirinya.

Puasa Ngebleng.
Puasa umumnya dimulai saat Subuh dan buka puasa saat Maghrib. Malam harinya makan dan minum.

Puasa 1 hari, berarti selama 1 hari berpuasa dari Subuh sampai Maghrib, malam harinya bebas makan dan minum.

Puasa 3 hari, berarti selama 3 hari berpuasa dari Subuh sampai Maghrib, malam harinya bebas makan dan minum.

Puasa 7 hari, berarti selama 7 hari berpuasa dari Subuh sampai Maghrib, malam harinya bebas makan minum.

Puasa Ngebleng tidak seperti itu.
Puasa ngebleng secara sederhana bisa disebut puasa penuh 1 hari 1 malam.

Puasa ngebleng 1 hari berarti puasa penuh 1 hari 1 malam berturut-turut tanpa putus tidak makan dan minum.

Puasa ngebleng 3 hari berarti puasa penuh 3 hari 3 malam berturut-turut tanpa putus tidak makan dan tidak minum.

Puasa ngebleng 7 hari berarti puasa penuh 7 hari 7 malam berturut-turut tanpa putus tidak makan dan minum.

Apa benar ada puasa ngebleng 7 hari 7 malam berturut-turut tanpa putus? Ada yang sanggup?

Bagaimana puasa ngebleng 40 hari 40 malam berturut-turut tanpa putus. Siapa yang sanggup?

Ketika seseorang berpuasa ngebleng, pada hari pertama puasanya dia akan merasakan panas, lapar dan haus, sama dengan yang dialami orang lain yang menjalani laku puasa biasa.

Pada hari kedua, orang tersebut akan merasakan tubuhnya panas, mungkin juga sampai menyebebkannya sulit tidur di malam hari karena panasnya tubhnya. Karena tidak juga ada makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuhnya, pada hari kedua itu tubuhnya mulai membakar cadangan makanan yang ada di dalam tubuhnya, iar, lemak, protein, gula, dsb, untuk dikonversi menjadi energi dan zat-zat makanan yang dibutuuhkan oleh sel-sel tubuh.

Pada hari ketiga, panas tubuhnya mereda dan berkurang, rasa lapar dan haus hilang. Yang terasa hanya tubuhnya saja yang lemas karena perutnya kempis tak berisi makanan.

Puasa ngebleng pada hari ketiga itu, yang dilakukan oleh orang-orang yang bersemedi atau menyepi (walaupun di dalam rumah), tidak menonton hiburan, tidak mendatangi tempat-tempat keramaian, dan tekun berdoa, berdzikir, wirid, kegaiban sukmanya akan kuat sekali dan akan memancar cukup jauh, kegaiban itu kuat sekali sampai dapat menarik perhatian dari roh-roh leluhurnya, sehingga disadari atau tidak, banyak leluhuurnya mendatangi orang tersebut untuk mengetahui apa tujuan lakunya dan akan berusaha membantu mewujudkan hajat niat dan keinginannya.

Pada hari ketiga itu, disadari atau tidak, roh sukma orang tersebut telah menguat, dan memancarkan aura kekuatan gaib yang menyebabkan roh-roh gaib tidak tahan berada di dekatnya. Berbeda dengan puasa pada orang-orang yang menjalani ilmu gaib dan ilmu khodam yang kondisi berpuasanya dapat mengundang roh-roh gaib untuk datang mendekat, puasa ngebleng ini justru pancaran gaib kekuatan suukmanya akan mengusir keberadaan roh-roh gaib lain dari tubuhnya dan dari sekitar orang itu berada.

Itu baru puasa ngebleng 3 hari, belum yang 7 hari, apalagi puasa ngebleng 40 hari seperti yang biasa dilakukan tokoh-tokoh kebatinan dan pertapa jamann dulu. Orang-orang yang terbiasa melakukan puasa itu, seperti tokoh-tooh kebatinan dan pertapa jaman dulu, akan memiliki kekuatan sukma yang luar biasa, yang bahkan pancaran energi kekuatan sukmanya menyebabkan roh-roh kelas atas seperti dewa dan buto pun tida tahan berada di dekatnya dan tidak aan berani datang untuk maksud menyerang.

Pancaran kekuatan sukma orang-orang itu saat sedang menjalani laku puasa dan tapa bratanya sangat menghebohkan alam gaib. Di pewayangan pun diceritakan ketika ada seseorang yang gentur dalam puasa, tapa brata, dan semedinya, kondisinya menyebabkan khayangan panas dan goncang, dan menyebabkan para dewa tidak tahan, sampai-sampai para dewa mengutus dewa lain atau bidadari untuk menghentikan/menggagalkan tapa brata orang tersebut, dan mereka akan memberikan apa saja yang diinginkan orang itu asal mau menghentikan tapanya.

Kaena itu dalam melaukan puasa ngebleng orang-orang jaman dulu akan melakukannya dengan cara menyepi, di dalam rumah, di goa atau di tempat-tempat keramat, supaya tidak ada yang menggangu.

Kekuatan sukma orang-orang itu luar biasa sekali, sehingga pada jaman dulu banyak tokoh-tokoh kebatinan dan pertapa yang bukan hanya linuwih dan waskita, dan mumpuni dalam ilmu kesaktian, tetapi juga menjadikan sukma mereka dengan muatan gaib, sehingga kemampuan moksa yang dilakukan tokoh-tokoh kebatinan jaman dulu, berpindah bersama raganya ke alam roh tanpa melalui proses kematian, adalah siatu hal yang biasa. Bahkan banyak yang melakukan tapa brata dalam rangka mandito meninggalkan keduniawiannya, kemudian moksa dengan sendirinya dalam kondisi bertapa.

Orang-orang itu, karena kekuatan gaib sukmanya, tidak lagi membutuhkan khodam makhluk halus untuk kekuatan ilmunya. Kekuatan dan kegaiban sukmanya-lah yang melakukannya. Tetapi jika ada sesuatu sosok gaib yang akan mau datang untuk menjadi khodam pendampingnya, maka hanya gaib-gaib yang setingkat dengan kekuatan sukmanya saja yang akan datang menjadi pendampingnya, bukan gaib-gaib kelas rendah yang tidak tahan dengan pancaran energi kekuatan sukmanya.

Puasa ngebleng melambangkan kekuatan tekad dan niat seseorang untuk terkabulnya suatu keinginan. Bahkab banyak orang pada jaman dulu yang melakukan tapa dan puasa ngebleng, tidak akan menghentikan tapa bratanya sebelum hajat keinginannya terkabul (sampai turun wangsit bahwa permintaannya dikabulkan).

Puasa ngebleng terkait dengan kekuatan dan kegaiban sukma manusia. Karena itu kegaiban dalam puasa ngebleng tidak dapat dibandingkan/disamakan atau ditukar dengan puasa bentuk lain. Semakin gentur laku puasa seseorang, semakin kuat sukmanya dan semakin kuat kegaibannya. Puasa ngebleng banyak dilakukan oleh orang-orang yang bergelut dalam dunia kebatinan/spiritual dan tapa brata.

Puncak kekuatan sukmanya hanya terjadi pada saat seseorang berpuasa ngebleng, sedangkan pada hari-hari selanjutnya kalau tidak lagi melakukan puasa, maka kekuatan sukmanya itu akan menurun lagi. Karena itu pelaku kebatinan dan keilmuan kebatinan jaman dulu menjadikan laku puasa ngebleng ini sebagai ritual yang akan selalu dilakukan secara berkala. Juga untuk melatih keilmuannya itu atau menekuni suatu ilmu kebatinan baru akan dilakukannya dengan berpuasa, sehingga kekuatan dan kegaiban ilmunya tinggi.

Tetapi jika puasa ngelbeng itu dilakukan oleh orang-orang yang masih awam dalam ilmu kegaiban, mungkin kegaiban dan kekuatan sukmanya itu tidak akan banyak dirasakannya. Walaupun begitu, pancaran kekuatan sukmanya itu akan menjauhkannya dari roh-roh gaib yang sifatnya mengganggu, dan sisi lain dari kegaiban sukmanya akan membuat/tead dalam keinginan-keinginannya menjadi lebih mudah terwujud dan ketajaman serta kepekaan batinnya akan semakin tinggi.

Tetapi karena semakin banyaknya orang yang meninggalkan dunia kebatinan, maka puasa ngebleng inipun semakin ditinggalkan. Bahkan para praktisi ilmu gaib dan ilmu khodam seringkali mempermudah laku puasanya. Misalnya untuk mendapatkan suatu ilmu gaib tertentu cukup puasa biasa saja dari Subuh sampai Maghrib atau hanya puasa berpantang makanan tertentu saja, yang dilakukan selama 3 hari, 7 hari, 21 hari, atau 40 hari, dan selama berpuasa itu malam harinya dharuskan mewirid amalan gaibnya.

Selama berpuasa itu pada malam harinya diharuskan mewirid amalan gaibnya tujuannya adalah sebagai usaha melatih memperkuat kemampuan seseorang dalam mengsugesti ilmu gaibnya akan kuat dan hafal mantranya di luar kepala.

Selama orang itu berpuasa dan berdzikir, tubuhnya memancarkan energi tertentu dan pikirannya akan memancarkan gelombang tertentu. Pancaran energi tubuh dan gelombang pikiran inilah yang seringkali mengundang datangnya suatu sosok makhluk halus tertentu kepada manusia. Keberadaan sosok halus itu kemudian dapat menjadi khodam ilmu gaibnya, menjadi sumber kekuatan gaibnya, sehingga walaupun kemudian sudah tidak lagi rajin berpuasa dan tidak lagi rajin mewirid amalan ilmunya, selama khodamnya bersamanya, kapan saja ilmu itu diamalkan tetap akan berfungsi.

Jadi bsa juga dikatakan, untuk dengan sengaja mengundang suatu sosok gaib untuk datang mejadi khodam pendamping, maka cara puasanya adalah puasa bentuk ini. Hanya saja kita harus teliti dan waspada mengenai siapa sosok halus yang datang mendampingi kita itu.

Puasa Weton.
Puasa weton adalah termasuk jenis puasa ngebleng yang dilakukan pada hari kelahiran seseorang, yang perhitungan waktu mulai berpuasa dan menutup puasa dilakukan berdasarkan perhitungan hari dalam kalender jawa. Puasa weton (wetonan) adalah puasa untuk memperingati hari kelahiran seseorang sesuai laku dalam budaya Jawa.

Puasa weton terkait dengan kekuatan dan kegaiban sukma (roh pancer dan sedulur papat). Biasanya dilakukan untuk terkabulnya suatu keinginan yang sifatnya penting, dan untuk menjaga kedekatan hubungan dengan roh sedulur papat dan restu pengayom dari para leluhur, supaya kuat sukmanya, selalu peka rasa dan batin, peka firasat, peka bisikan gaib, hidupnya keberkahan dan lancar segala urusannya. Puasa weton terkait dengan kegaiban yang berasal dari sukma manusia sendiri (kegaiban kesatuan roh pancer dan sedulur papat). Puasa weton tidak berhubungan dengan kegaiban roh-roh lain.

Puasa weton tidak bisa disamakan atau diperbandingkan atau dtukar dengan puasa bentuk lain, karena sifat dan kegaibannya berbeda. Puasa weton yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak memahami atau tidak meyakini keberadaan roh sedulur papat kegaibannya tidak akan sebaik mereka yang melakukan dengan landasan kepercayaan pada roh sedulur papat. Keyakinan pada keberadaan dan kebersamaan roh sedulur papat dengan pancer akan memperkuat kegaiban sukma dan memperkuat interaksi roh sedulur papat dan para leluhurnya dengan seseorang.

Dalam kehidupannya sehari-hari kekuatan sukma akan membantu dalam kemantapan bersikap, membantu membuka jalan hidup dan menyingkirkan halangan dan kesulitan-kesulitan, dan interaksi sedulur papat akan membantu peka rasa dan firasat, peka bisikan gaib, mendatangkan ide-ide dan ilham, peringatan-peringatan dan jawaban-jawaban permasalahan.

Sesuai tradisi Jawa puasa weton dilakukan dengan berpuasa pada hari keahiran seseorang (Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum’at, Sabtu, Minggu) yang sesuai dengan hari pasaran kelahirannya (Pon, Pahing, Wage, Legi, dan Kliwon). Dengan demikian hari weton kelahiran seseorang akan selalu berulang setiap 35 hari sekali.

Sebagai catatan, dalam penanggalan Jawa, hari dimulai pada pukul 5 sore hari sebelumnya dan akan berakhir pada pukul 5 sore hari yang bersangkutan. Jadi, batas suatu hari adalah pada pukul 5 sore, dan mulainya hari adalah pada pukul 5 sore.

Berarti hari Senin dimulai ppada hari sebelumnya (Minggu pukul 5 sore dan berakhir pada hari Senin tersebut pukul 5 sore).

Hari Senin itu pada pukul 6 sore (Maghrib) sudah terhitung hari Selasa, karena sudah melewati batas hari Senin pukul 5 sore.

Ada beberapa hitungan hari dalam puasa weton sebagai berikut:

1. Puasa weton sehari penuh.
Artinya puasanya dilakukan 1 hari Jawa (sehari semalam, 24 jam).

Puasa weton sehari ini adalah yang secara umum dilakukan dalam budaya masyarakat Jawa. Misalnya, hari kelahirannya adalah Selasa Pahing, maka puasanya dimulai pada hari sebelumnya, yaitu Senin pukul 5 sore dan berakhir pada hari Selasa Pahing tersebut pukul 5 sore.

2. Puasa weton 3 hari (hari weton dijepit di tengah).
Artinya puasa dilakukan selama 3 hari Jawa terus-menerus tanpa putus, yaitu puasa pada hari weton ditambah 1 hari sebelumnya dan 1 hari sesudahnya, sehingga total puasa menjadi 3 hari Jawa terus-menerus. Misalnya kelahiran Rabu Kliwon, maka puasanya dilakukan selama 3 hari, yaitu Selasa, Rabu Kliwon, dan Kamis terus-menerus tanpa putus. Hari Selasa dimulai pada hari sebelumnya, yaitu Senin pukul 5 sore. Hari Kamis berakhir pada pukul 5 sore.

Jadi puasa weton 3 hari itu dimulai pada hari Senin pukul 5 sore dan berakhir ada hari Kamis pukul 5 sore terus-menerus tanpa putus siang dan malam.

3. Puasa weton 3 hari selama 7 kali berturut-turut.
Artinya, puasanya dilakukan selama 3 hari Jawa terus-menerus tanpa putus yang dilakukan selama 7 kali berturut-turut tanpa putus (selama 7 bulan berturut-turut).

Jenis puasa ini biasanya dilakukan untuk keinginan terkabulnya suat keinginan khusus yang bukan sesuatu yang bisa terjadi sehari-hari (biasanya disertaii nazar), atau untuk keinginan terkabulnya suatu keinginan khusus yang berat, yang kadarnya tinggi, yang bagi seseorang sulit untuk dicapai, sehingga diperlukan suatu laku tambahan demi terkabulnya keinginannya itu, yaitu ppuasa ngebleng 3 hari 3 malam pada hari weton kelahiran seseorang, dan dilakukan selama 7 kali (7 bulan) berturut-turut tanpa putus dan ditutup dengan suatu ritual dan sesaji penutup (tumpeng), atau acara syukuran.

Puasa weton menjadi sempurna setelah pada penutupan puasa dilakukan pemberian sesaji untuk roh sedulur papat dan pancer sebagai berikut (salah satu):

1. Paling baik, mandi kembang telon (kembang tujuh rupa/setaman lebih baik), yaitu mandi guyuran air kembang dari kepala basah semua sampai ke kaki.

2. Kedua terbaik, makanan jajan pasar 7 macam, dimakan sebagai makanan buka puasa.

3. Bubur merah putih, yaitu bubur tepung beras (bubur sumsum) yang diberi gula jawa cair, dimakan sebagai makananbuka puasa.

Laku Prihatin dan Tirakat (Bag 1)


Kebatinan adalah sesuatu yang dirasakan manusia pada batin yang paling dalam, dan terjadi pada siapa saja, termasuk pada orang-orang yang sangat tekun dan murni dalam agamanya, karena setiap agama pun mengajarkan juga tentang apa yang dirasakan hati dan batin, mengajarkan untuk selalu membersihkan hati, bagaimana harus berpikir dan bersikap, dan sebagainya.

_________________________

Dalam masing-masing firman dan sabda terkandung makna kebatinan yang harus dihayati dan diamalkan oleh para penganutnya. Bahkan panggilan yang dirasakan seseorang untuk beribadah, itu juga batin. Dan di dalam batin tersimpan sebuah kekuatan yang besar jika dilatih dan diolah. Kekuatan batin manjadi kekuatan hati dalam menjalani hidup dan memperkuat keimanan seseorang. Ajaran kebatinan kejawen pada dasarnya adalah pemahaman dan penghayatan kepercayaan orang Jawa terhadap Tuhan . kejawen atau Kejawaan (ke-jawi-an) dalam pandangan umum berisi kesenian, budaya, tradisi, ritual, sikap serta filosofi orang-orang Jawa. Kejawen mencerminkan spritualis orang Jawa.

Ajaran kejawen tidak terpaku pada aturan yang formal seperti dalam agama, tetapi menekankan pada konsep “keseimbangan dan dan keharmonisan hidup”. Kebatinan Jawa merupakan tradisi dan warisan budaya leluhur sejak jaman kerajaan purba, jauh sebelum hadirnya agama-agama di Pulau Jawa, yang pada prakteknya, selain berisi ajaran-ajaran budi perkerti, juga diwarnai ritual-ritual yang berbau mistik.

Secara kebatinan dan spiritual dipaham bahwa kehidupan manusia di alam ini hanyalah sementara saja, yang pada akhirnya nanti semua orang akan kembali lagi kepada Sang Pencipta. Manusia, bila hanya sendiri, adalah bukan apa-apa, bukan siapa-siapa, lemah dan fana. Karena itulah manusia manusia harus bersandar kepada kekuatan dan kekuasaan yang lebih tinggi (roh-roh dan Tuhan), dan beradaptasi dengan lingkungan alam dan memeliharanya, bukan melawannya, apalagi merusaknya. Lebih baik untuk menjaga sikap dan tidak membuat masalah. Memiliki sedikit lebih baik, daripada berambisi mencari “lebih”.

Dengan demikian idealism kebatinan Jawa menuntun manusia pada sikap menerima, sabar, rendah hati, sikap tahu diri, kesederhanaan, suka menolong, tidak serakah tidak foya-foya/berhura-hura, dsb. Idealism inilah yang menjadikan manusia hidup tentram dan penuh rasa syukur kepada Tuhan. Mereka terbiasa hidup sederhana dann papun yang mereka miliki akan mereka syukuri sebaga karunia Allah.

Mereka percaya adanya “berkah” dari rooh-roh, alam dan Tuhan, dan kehidupan mereka akan lebih baik bila mereka “keberkahan”. Karena itu dalam budaya Jawa dikenal adanya upaya untuk selalu menjaga perilaku, kebersihan hati dan batin dan ditambah dengan laku prihatin dan tirakat supaya hidup mereka diiberkahi. Mereka tekun menjalankan “laku” untuk pencerahan cipta, rasa, budi, dan karsa.

laku adalah usaha/upaya
Prihatin adalah sikap menahan diri, menjauhi perilaku bersenang-senang, enak-enakan.

Tirakat adalah usaha-usaha tertentu sebagai tambahan, untuk terkabulnya suatu keinginan. Hakekat dan tujuan dari laku prihatin dan tirakat adalah usaha untuk menjaga agar kehidupan manusia selalu “keberkahan”, selamat dan sejahtera dalam lindungan Tuhan, agar dihindarkan dari kesulitan-kesulitan dan terkabul keinginan-keinginannya. Proses laku mendorong dan mengarahkan perilaku seseorang agar selalu bersikap positif dan menjauhi hal-hal yang bersifat negatif dan tidak bijaksana, demi tercapainya tujuan hidup.

Di luar segala bentuk laku prihatin yang dijalankan manusia, ada laku lain yang sifatnya sangat mendasar, yaitu puasa hati dan batin, yang dalam kesehariannya dilakukan tanpa kelihatan bentuk dasar lakunya. Laku pribadi yang biasa dilakukan pada dasarnya adalah:

1. Membersihkan hati dan batin dan membentuk hati tulus dan ikhlas.

2. Hidup sederhana dan tidak tamak, selalu bersyukur atas apa yang dimiliki.

3. Mengurangi makan dan tidur.

4. Tidak melulu mengejar kesenangan hidup.

5. Menjaga sikap eling lan waspada.

Di dalam spiritual kejawen, seorang penghayat kejawen biasa melakukan puasa dan biasanya disesuaikan dengan kalender Jawa, misalnya puasa Senin-Kamis, wetonan, Selasa Kliwon, Jumat Kliwon, dan sebagainya.

Puasa tersebut dimaksudkan untuk menjadikan hidup mereka lebih “bersih” dan keberkahan, sekaligus juga bersifat kebatinan, yaitu untuk memelihara kepekaan batin dan memperkuat hubungan mereka dengan saudara kembar gaib, yang biasa disebut “sedulur papat”, sehingga puasa itu juga memelihara “berkah” indera keenam seperti peka firasat, peka terhadap petunjuk gaib/pertanda, peka tanda-tanda alam, dan sebagainya.

Lalu prihatin pada prinsipnya adalah perbuatan sengaja untuk menahan diri terhadap kesenangan-kesenangan, keinginan-keinginan dan nafsu/hasrat yang tidak baik dan tidk bijaksana dalam kehidupan. Laku prihatin juga dimaksud sebagai upaya menggembleng diri untuk mendapatkan “ketahanan” jiwa dan raga dalam menghadapai gelombang-gelombang dan kesulitan hidup. Orang yabg tidak biasa laku prihatin, tidak biasa menahan diri, akan merasakan beratnya menjalani laku prihatin.

Laku prihatin dapat dilihat dari sikap seseorang yang menjalani hidup ini secara tidak berlebih-lebihan. Idealnya, hidup ini dijalani proporsonal, selaras dengan apa yang benar-benar menjadi kebutuhan hidup, dan tidak melebihi batas nilai kepantasan atau kewajaran (tidak berlebih dan tidak pamer).

Walaupun kepemilikan kebendaan seringkali dianggap sebagai ukuuran kualitas dan keberhasilan hidup seseorang, dan sekalipun seseorang sudah jaya dan berkecukupan, laku prihatin dapat dilihat dari sikapnya yang menahan diri dari perilaku konsumtif berlebihan. Menjalani laku prihatin juga tidak sama dengan menahan diri karena hidup yang serba kekurangan. Laku prihatin melandasi perbuatan yang bermoral.

Prihatinnya Orang Miskin Harta.
Walaupun seseorang kekurangan harta, tetapi dia tidak mengisi hidupnya dengan kesedihan, rasa iri dan dengki dan tidak mengejer kekayaan dengan cara tercela. Tetap hidup sederhana sesuai kebutuhannya dan tidak menginginkan sesuatu yang bukan miliknya.

Walaupun tidak dapat memenuhi keinginan kebendaan duniawi secara berlebihan, tetapi tetap menjalani hidup dengan rasa menerima dan bersyukur. Dan sekalipun menolong dan membantu orang lain, tetapi dilakukan tanpa pilih kasih dan tanpa pamrih kebendaan, dengan demikian hidupnya juga memberkahi orang lain.

Filosofinya, makan untuk hidup, bukan hidup untuk makan (hewan). Urip iku mung manpir ngumbe thok.

Hidup seperlunya saja sesuai kebutuhan, bukannya mengejar/menumpuk harta atau apapun juga yang nantinya toh tidak akan dibawa mati, dan dibaw masuk ke dalam kubur.

Sekalipun mereka miskin harta, tetapi kaya di hati, sugih tanpa bandha. Berbeda dengan orang yang berjiwa miskin, yang sekalipun sudah berkecukupan harta, tetapi selalu merasa takut miskin, dan akan melakukan apa saja, termasuk perbuatan yang tercela, untuk terus menambah kekayaannya.

Prihatinnya Orang Kaya Harta.
Walaupun seseorang berlebihan harta, tetapi tidak mengisi hidupnya dengan dengan kesombongan dan bermewah-mewahan. Tetap hidup sederhana sesuai kebutuhannya dan tidak memenuhi segala keinginan melebihi apa yang menjadi kebutuhan.

Seseorang yang kaya berlimpah harta, memiliki banyak benda yang bagus dan mahal harganya dan melakukan pengeluaran yang “lebih” untuk ukuran orang biasa, bukan selalu berarti tidak nejalani laku prihatin. Namun hidup yang bermewah-mewah sama saja dengan hidup berlebih-lebihan (melebihi apa yang menjadi kebutuhan), inilah yang disebut tidak menjalani laku prihatin.

Orang kaya harta, yang selalu mensyukuri kesejahteraannya, akan tampak dari sikap hatinya yang selalu memberi “lebih” kepada orang-orang yang membutuhkan pemberiannya, bukan sekedar memberi, walaupun perbuatannya itu tidak ada yang melihat. Dan semua kewajibannya, duniawi maupun keagamaan, yang berhubungan dengan hartanya akan dipenuhinya, tidak ada yang dikurangkan.

Prihatinnya Orang Kaya Ilmu.
Orang kaya ilmu, baik ilmu pengetahuan maupun ilmu spiritual, akan menjalani laku prihatin dengan cara memanfaatkan tidak untuk kesombongan, kejayaan, dan kepentingan diri sendiri, serta tidak untuk membodohi atau menipu orang lain, tetapi dimanfaatkan juga untuk menolong orang lain dan membaginya kepada siapa saja yang layak menerimanya, tanpa pamrih kehormatan atau upah.

Prihatinnya Orang Berkuasa.
Seorang penguasa hidup prihatin dengan menahan kesombongannya, menahan hawa nafsu sok kuasa, dan tidak memanfaatkan kekuasaannya untuk kejayaan diri sendiri dan keluarganya saja. Kekuasaan dijadikan sarana untuk menciptakan kesejahteraan bagi para bawahan dan masyarakat yang dipimpinnya.Kekuasaan dimanfaatkan untuk menciptakan negeri yang adil dan makmur, gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kertoraharjo, sebagaimana layaknya seorang negarawan sejati.

Seorang politikus hidup prihatin dengan tidak hanya membela kepentingannya, kelompoknya atau golongannya sendiri, tau untuk mencari populeritas, menggoyang pemerintahan yang ada, tetapi digunakan untuk mendukung pemerintahan yang ada dan meluruskan jalannya yang keliru, yang menyimpang, untuk kepentingan rakyat banyak.

Seorang aparat negara, aparat keamanan atau penegak hukum, hidup prihatin dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban tugasnya dengan senantiasa dan tidak menyalahgunakan kewenangan untuk menindas, memeras atau berpihak kepada pihak-pihak tertentu dan merugikan pihak yang lain, mencukupkan diri dengan gajinya dan menambah rejeki dengan cara yang halal, tidak mencuri, tidak memeras, tidak meminta/menerima sogokan.

Orang Jawa bilang intinya kita harus selalu eling lan waspada. Selalu ingat Tuhan. Tetapi biasanya manusia hanya mengejar kesuksesan saja, keberhasilan, keberuntungan, dsb, tapi tidak tahu pengapesannya.

Sering dikatakan orang-orang yang selalu ingat Tuhan dan menjaga moralitas, seringkali hidupnya banyak godaan dan banyak kesusahan. Kalau eling ya harus tulus, jangan ada rasa sombong, jangan merasa lebih baik atau lebih benar dibanding orang lain, jangan ada pikiran jelek tentang orang lain, karena kalau kita bersikap begitu sama saja kita bersikap negatif dalam diri kita. Aura negatif akan menarik hal-hal yang negatif juga, sehingga kehidupan kita juga akan banyak berisi hal-hal yang negatif.

Di sisi lain kita juga harus sadar, bahwa orang-orang yang banyak menahan diri, membatasi perbuatan-perbuatannya, seringkali menjadi kurang kreatif dan yang didapatnya juga akan lebih sedikit dibandingkan orang-orang yang tidak menahan diri. Itulah resikonya menahan diri. Tetapi mereka yang sadar pada kemampuan dan potensi diri, peluang-peluang, dsb, dan dapat memanfaatkannya dengan tindakan nyata, akan juga dapat menghasilkan banyak, tanpa harus lupa Tuhan dan merusak moralitasnya.

Di sisi lain sering dikatakan orang-orang yang tidak ingat Tuhan atau tidak menjaga moralitas, seringkali kelihatan hidupnya lebih enak. Bisa terjadi begitu karena mereka tidak banyak beban, tidak banyak menahan diri, apa saja akan dilakukan walaupun tidak baik, walaupun tercela. Beban hidupnya lebih ringan daripada yang menahan diri. Mereka bisa mendapatkan lebih banyak, karena mereka tidak banyak menahan diri.

Di luar pandangan-pandangan di atas, sebenarnya, jalan kehidupan masing-masing makhluk, termasuk manusia, sudah ada garis-garis besarnya, sehingga bisa diramalkan oleh orang-orang tertentu yang bisa meramal. Tinggal masing-masing manusianya saja dalam menjalani kehidupannya, apakah akan banyak eling dan menahan diri, ataukah akan mengumbar keduniawiannya.

Dalam tradisi Jawa, laku prihatin dan tirakat adalah bentuk upaya spiritual/kerohanian seseorang dalam bentuk keprihatinan jiwa dan raga, ditambah dengan laku-aku tertentu, untuk tujuan mendapatkan keberkahan dan keselamatan hidup, kesejahteraan lahiriah maupun batin, atau juga untuk mendapatkan keberkahan tertentu, suatu ilmu tertentu, kekayaan, kesaktian, pangkat atau kemuliaan hidup. Laku prihatin dan tirakat ini, selain merupakan bagian dari usaha dan doa kepada Tuhan, juga merupakan suatu “keharusan” yang sudah menjadi tradisi, yang diajarkan oleh para pendahulu mereka.

Ada pepatah, puasa adalah makanan jiwa. Semakin gentur laku puasa seseorang, semakin kuat jiwanya, sukmanya.

Laku puasa yang dilakukan sebagai kebiasaan rutin akan membentuk kebatinan manusia yang kuat untuk bisa mengatasi belenggu duniawi lapar dan haus, mengatasi godaan hasrat dan nafsu duniawi, dan menjadi upaya membersihkan hati serta mencari keberkahan pada jalan hidup. Akan lebih baik bila sebelum dan selama melakukan laku tersebut selalu berdoa niat dan tujuannya, mendekatkan hati dengan Tuhan, jangan hanya dijadikan kebiasaan rutin saja.

Berat-ringannya suatu laku kebatinan bergantung pada kebulatan tekad sejak awal sampai akhir. Bentuk laku yang dijalani tergantung pada niat dan tujuannya. Diawali dengan mandi keramas/bersuci, menyajikan sesaji sesuai yang diajarkan dan menanjatkan doa tentang niat dan tujuannya melakukan laku tersebut dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan jahat dan tercela. Ada juga yang melakukannya bersama dengan laku berziarah, atau bahkan tapa brata, di tempat-tempat yang dianggap keramat, seperti di gunung, makam leluhur/orang-orang linuwih, hutan, goa, bangunan yang wingit, dan sebagainya.

Ada beberapa bentuk formal laku prihatin dan tirakat, misalnya:

1. Puasa, tidak makan dan minum atau berpantang makanan tertentu.

Jenisnya:
Puasa Senin-Kamis, yaitu puasa tidakk makan dan minun setiap hari Senin dan Kamis.

Puasa Weton, puasa tidak makan dan minum setiap hari weton (hari+pasaran) kelahiran seseorang.

Puasa tidak makan apa-apa, boleh minum hanya air putih saja.

Puasa Mutih, tidak makan apa-apa kecuali nasi putih dan air putih saja.

Puasa Mutih Ngepel, dari pagi sampai Maghrib tidak makan dan minum, untuk sahur dan buka puasa hanya 1 kepal nasi dan 1 gelas air putih.

Puasa Ngepel, dalam sehari hanya makan satu atau beberapa kepal nasi saja.

Puasa Ngeruh, hanya makan sayuran atau buah-buahan saja, tidak makan daging, ikan, telur, terasi, dan sebagainya.

Puasa Ngayep, hampir sama dengan Puasa Mutih, tetapi makanannya lebih beragam asalkan tidak mempunyai rasa, yaitu tidak memakai bumbu pemanis, cabai, dan garam.

Puasa Ngrowot, dilakukan dari Subuh sampai Maghrib. Saat sahur dan buka puasa hanya makan buah-buahan, dan umbi-umbian yang sejenis saja, maksimal 3 buah.

Puasa Ngebleng, tidak makan dan minum sehari penuh siang dan malam, atau beberapa, siang dan malam tanpa putus, biasanya 1-3 hari.

2. Menyepi dan berdoa di dalam rumah. Tidak mendatangi tempat keramaian dan tidak menonton hiburan.

3. Menyepi dan berdoa di makam leluhur/orang-orang linuwih, dan tempat-tempat yang dianggap keramat, tidak mendatangi tempat keramaian serta tida menonton hiburan.

4. Berziarah dan berdoa di makam leluhur/orang-orang linuwih, dan tempat-tempat yang dianggap keramat, seperti di gunung,pohon, goa, banguan yang wingit, dan sebagainya.

5. Mandi kembang telon aau kembang setaman tujuh rupa.

6. Tapa Melek, tidak tidur, biasanya 1-3 hari. Tidak mendatangi tempat keramaian dan tiida menonton hiburan.

7. Tapa Melek Ngalong, biasanya 1-7 hari. Siang hanya boleh tidur, tetapi selama malam hari tidak tidur, tidak mendatangi tempat keramaian dan tidak menonton hiburan.

8. Tapa Bisu dan Lelono, melakukan perjalanan berjalan kaki dan bisu tidak bicara, dari Maghrib sampai pagi, melakukan kunjungan ke makam leluhur/orang-orang linuwih atau ke temapt-tempat keramat dan berdoa.

9. Tapa Pati Geni, diam di dalam suatu ruangan , tidak terkena cahaya apapun, selama sehari atau beberapa hari, biasanya untuk tujuan keilmuan. Ada juga yang disebut Tapa Pendem, yaitu puasa dan berdiam di dalam rongga di dalam tanah seperti orang yang dimakamkan, biasanya selama 1-3 hari.

10.Tapa Kungkum, ritual berendam di sendang atau sungai, terutama di pertemuan 2 sungai (tempuran sungai), selama beberapa malam berturut-turut dan tidak boleh tertidur, dengan posisi berdiri atau duduk bersila di dalam air dengan kedalaman air setinggi leher atau pundak.

Laku prihatin dan tirakat nomor 1 sampai 5 adalah yang biasa dilakukan orang Jawa dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan kombinasi 1 sampai 10 dilakukan untuk terkabulnya suatu keinginan tertentu yang bersifat khusus, biasanya supaya mendapatkan berkah tertentu, atau untuk tujuan keilmuan.

Tidak hanya dalam kehidupan keseharian, laku-laku kebatinan di atas juga seringkali dilakukan sebelum seseorang melakukan suatu kegiata/usaha yang dianggap penting dalam kehidupannya, seperti memulai suatu usaha ekonomi, akan pergi merantau, akan hajatan nikahan, dsb. Bahkan sudah biasa bila orang-orang tua berpuasa untuk memohonkan keberhasilan kehidupan dan usaha anak-anaknya.

Masing-masing bentuk laku prihatin dan tirakat mempunyai kegunaan dan kegaiban sendiri-sendiri yang dapat dirasakan para pelakunya, dan mempunyai kegaiban sendiri-sendiri dalam membantu mewujudkan tujuan laku pelakunya. (*)