Ada sebuah tabir antara yang tampak dengan yang tidak tampak. Seandainya tabir itu terbuka, maka akan terlihatlah segala yang tersembunyi. Pintu tabir ini disebut kasyaf, yang merupakan pintu penghubung antara alam sadar dan alam bawah sadar.
_______________________________
Melalui pintu tabir itulah yang akan menuntun orang untuk memahami alam yang ada di luar dirinya seperti alam gaib yang menyimpan begitu banyak misteri yang hanya dengan Ilmu Allah SWT saja yang akan terbuka rahasianya.
Orang yang telah terbuka pintu kasyaf-nya akan diberi kemudahan untuk merasakan, membaca dan melihat segala sesuatu yang akan terjadi ataupun berada di luar kemampuan indera fisknya.
Bila kita telah lebih jauh, sebenarnya pintu kasyaf merupakan pintu yang diperuntukkan bagi orang yang berhati suci. Oleh karena itu, kesucian hati menjadi mutlak sebelum membuka pintu kasyaf. Agar terbuka pintu kasyaf tentunya dilakukan dengan merujuk kepada syariat agama.
Misalkan dengan beribadah secara benar sesuai tuntunan Rasulullah SAW. Orang-orang yang telah terbuka pintu kasyaf-nya akan memiliki begitu banyak kelebihan. Tetapi kelebihan ini sangat berbeda dengan apa yang disebut kemampuan terawangan.
Beberapa kemampuan terawangan diantaranya adalah mampu membaca apa yang telah, sedang dan akan terjadi. Mampu melakukan teropong gaib dari jarak yang tak terbatas, mampu membaca isi hati orang lain, mampu melihat keadaan musuh di kejauhan, mampu melihat keadaan orang yang kita cintai di manapun berada, menangkap getar-getar dari alam gaib, melihat makhluk dari dimensi lain dan sebagainya yang bermuara pada ketajaman alam bawah sadar.
Konon melalui terawangan ini juga dapat melihat kekuatan gaib atau energi yang ada pada benda, pusaka dan lain-lain. Di zaman modern ini, banyak orang yang ingn menguasai ilmu terawangan. Banyak pula dari kalangan atas hingga bawah yang berduyun duyun mendatangi "oang pintar" yang tujuannya mempelajari ilmu terawangan. Tetapi tanpa kita sadari, semua perburuan mendapatkan ilmu terawangan kadang malah dimanfaatkan oleh oknum tertentu yang tidak bertanggung jawab.
Oknum semacam ini biasanya mengaku menguasai sejumlah amalan ilmu terawangan untuk menembus alam gaib dan mampu membari pelajaran ilmunya itu kepada siapapun, asalkan dengan imbalan tertentu. Padahal, mereka yang hanya mengaku-ngaku itu belum tentu juga pernah melihat alam gaib. Inilah yang mengakibatkan kita dapat dirugikan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab semacam ini.
Terawangan
Banyak yang mengira ilmu terawangan ini adalah pembuka pintu kasyaf. Padahal itu sesuatu yang berbeda. Terawangan dan kasyaf adalah dua hal berbeda. Terawngan dalam konteks membaca isi hati orang, meneropong tempat yang jauh, merasakan getaran energi pusaka, melihat makhluk gaib, melihat musuh dari kejauhan dan lain-lain, tidaklah dapat disebut bagian dari kasyaf.
Kemampuan terawangan smacam itu lebih bersifat menyelidiki atau layaknya intelejen yang sedang memata-matai sesuatu. Tujuannya bisa bermacam-macam. Sedangkan kasyaf lebih merupakan kemampuan yang memang anugerah dari Tuhan untuk tujuan peningkatan kualitas ibadahnya. Terawangan jelas sesuatu yang tidak penting untuk dipelajari, itulah sebabnya, saking tidak pentingnya ilmu terawangan, maka Rasulullah SAW tidak pernah mengajarkannya.
Dalam setiap peperangan, baik di zaman dulu hingga kini, operasi intelejen selalu dilibatkan dalam mendukung kesuksesan sebuah pertempuran. Diantara tujuan opersi intelejen ini adalah membaca kekuatan dan pergerakan pasukan lawan. Sehingga apabila kekuatan lawan sudah terbaca tinggal mengambil tindakan antisipasi yang tepat untuk menghadapinya. Misalnya dengan menyusupkan mata-mata atauu agen rahasialangsung ke dalam pasukan musuh. Umumnya agen yang disusupkan itu sudah sangat terlatih hingga tidak seorangpun dari pihak lawan yang mengetahui identitas yang sebenarnya.
Ketika pertempuran berkecamuk diantar kedua belah pihak yang saling berperang, maka informasi intelejen sangat ditunggu oleh setiap komandan pasukan perang masing-masing sebelum akhirnya membuat keputusan apa tidakan yang tepat untuk dilakukan.
Contoh di atas menunjukkan bahwa seandainya terawangan itu memang penting, maka tentu melatih orang-orang untuk memiliki kemampuan terawangan jauh lebih penting dibandingkan melatih orang untuk menjadi intelejen. Namun kenyataannya menunjukkan bahwa dari zaman dulu hingga sekarang ini, metode melatih agen intelejen masih digunakan dibandingkan melatih terawangan secara gaib.
Pada zaman Rasulullah SAW terdapat sebuah kisah mengenai agen intelejen. Diriwayatkan dari Abu Huraira RA berkata; "Rasulullah SAW mengutus 10 mata-mata yang dipimpin Ashim bin Tsabit al-Ashari kakek Ashim bin al-Khaththab. Ketika mereka tiba di daerah Huddah antara Asafan dan Makkah mereka berhenti di sebuah Kampung Suku Hudhail yang biasa disebut Bani Luhayan.
Kemudian Bani Luhayan mengirim sekitar 100 orang ahli panah untuk mengejar para mata-mata Rasulullah SAW. Mereka berhasil menemukan sisa makanan berupa biji kurma yang mereka makan di tempat istirahat itu. Mereka berkata, "ini adalah biji kurma Madinah, kita harus mengikuti jejak mereka."
Ashim merasa rombongannya diikuti Bani Luhayan, kemudian mereka berlindung di sebuah kebun. Bani Luhayan berkata; "Turun dan menyerahlah, kami akan membuat perjanjian dan tidak akan membunuh salah seorang di antara kalian." Ashim bin Tsabit berkata; "Aku tidak akan menyerahkan diri pada orang kafir." Lalu memanjatkan doa; "Ya Allah, beritakan kondisi kami kepada Nabi-Mu shallallahu'alaihi wa salam."
Rombongan Bani Luhayan melempari utusan Rasulullah SAW dengan tombak, sehingga Ashim pun terbunuh. Utusan Rasulullah SAW tinggal tiga orang, mereka setuju untuk membuat perjanjian. Mereka itu adalah Hubaib, Zaid bin Dasnah dan seorang laki-laki yang kemudian ditombak pula setelah mengikatnya. Laki-laki yang ketiga itu berkata; "Ini adalah pengkhianatan yang pertama. Demi Allah, aku tidak akan berkompromi kepadamu karena aku telah memiliki teladan (sahabat-sahabatku yang terbunuh)."
Kemudian rombongan Bani Hudhail membawa pergi Hubaib dan Zaid bin Dasnah, mereka berdua dijual. Ini terjadi setelah peperangan Badar. Adalah Bani al-Harits bin Amr bin Nufail yang membeli Hubaib. Karena Hubaib adalah orang yang membunuh Harits bin Amir pada peperangan Badar. Kini Hubaib menjadi tawanan Bani al-Harits yang telah sepakat untuk membunuhnya.
Pada suatu hari Hubaib meminjam pisau silet dari salah seorang anak perempuan al-Harits untuk mencukur kumisnya. Perempuan itu meminjamkannya. Tiba-tiba anak laki-laki perempuan itu mendekati Hubaib bhkan duduk dipangkuannya tanpa sepengetahuan ibunya. Sementara tangan kanan Hubaib memegang silet. Wanita itu berkata; "Aku sangat kaget." Hubaib pun mengetahui yang kualami. Hubaib berkata; "Apakah kamu khawatir aku akan membunuh anakmu? Aku tidak mungkin membunuhnya."
Wanita itu berkata; "Demi Allah aku tidak pernah melihat tawanan sebaik Hubaib. Dan demi Allah pada suatu hari, aku melihat Hubaib makan setangkai anggur dari tangannya padahal kedua tangannya dibelenggu dengan besi, sementara di Makkah sedang tidak musim buah. Sungguh itu merupakan rezeki yang dianugerahkan Allah kepada Hubaib.
Ketika Bani al-Harits membawa Hubaib keluar dari tanah haram untuk membunuhnya. Hubaib berkata; "Berilah aku kesempatanuntuk mengerjakan shalat dua rekaat." mereka mengizinkan shalat dua rekaat. Hubaib berkata; "Demi Allah, sekiranya kalian tidak menuduhku berputus asa pasti aku menambah shalatku."
Lalu Hubaib memanjatkan doa; "Ya Allah susutkanlah jumlah bilangan mereka, musnahkanlah mereka, sehingga tidak ada seorang pun dari keturunannya yang hidup," lalu mengucapkan syair: Mati bagiku bukan masalah, selama aku mati dalam keadaan Islam. Dengan cara apa saja Allah tempat kembaliku. Semua itu aku kurbankan demi Engkau. Ya Allah Jika Engkau berkenan, berkahilah aku berda dalam tembolok burung karena lukaku (syahid).
Lalu Abu Sirwa'ah Uqbah bin Harits tampil untuk membunuh Hubaib. Hubaib adalah orang Islam pertama yang dibunuh dan sebelum dibunuh melakukan shalat.
Nabi Muhammad SAW memberitahu para sahabat pada hari disiksanya Hubaib, bahwa kaum Quraisy mengutus beberapa orang untuk mencari bukti bahwa Ashim bin Tsabit telah terbunuh dalam peristiwa itu, mereka mencri potongan tubuh Ashim.
Karena Ashim adalah yang membunuh salah seoang pembesar Quraisy . Tetapi Allah melindngi jenazah Ashim dengan mengirim sejenis sekawanan lebah yang melindungi jenazah Ashim, sehingga orang-orang itu tidak berhasil memotong bagian tubuh jenazah Ashim sedikit pun." (HR. Al Bukhari dan Abu Dawud)
Kisah di atas menunjukkan bahwa Rasulullah SAW melatih sahabat-sahabatnya ilmu intelejen atau menyelidiki kekuatan musuh dan bukan melatih sahabat-sahabatnya ilmu terawangan agar dapat menerawang kekuatan musuh. Semoga kisah di atas menjadi ibroh atau pelajaran bahwa ilmu terawangan itu hanya tipu daya syetan belaka.
Kasyaf
Apa sesungghnya kasyaf itu? Kisah di bawah ini memberikan gambaran seputar kasyaf. Dalam sebuah riwayat dijelaskan, Imam Bukhari meriwayatkan dari Usaid bin Hudhair, ketika ia membaca surah Al-Baqarah di malam hari, sementara kudanya ditambatkan di sampingnya tiba-tiba kudanya meronta-ronta. Ia menenangkan kudanya hingga tenang lalu melanjutkan bacaannya lagi, kembali kudanya meronta-ronta kemudian kembali menenangkan lagi. Kejadian ini berulang tiga kali. Ia juga memperingatkan anaknya bernama Yahya agar menjauhi kudanya agar tidak disakiti.
Usaid menengadah langit dan disaksikan ada naungan yang di dalamnya terdapat pelita besar. Ketika pagi tiba, ia melaporkan kejadian ini kepada Nabi SAW. Nabi SAW berkata bacalah terus (Al-Qur'an itu) wahai Usaid, diulangi tiga kali. Aku juga menengok ke langit ternyata aku juga menemukan hal yang sama. Nabi SAW memberikan komentar; "itu adalah para malaikat yang mendekati suaramu. Seandainya kamu terus membaca (Al-Qur'an) keesokan paginya manusia akan melihat para malaikat yang tidak lagi menyembunyikan wujudnya dari mereka."
Ketiga hadits shahih di atas mengisyaratkan adanya penyingkapan (kasyaf), yaitu kemampuan seseorang untuk melihat atau menyaksikan sesuatu yang bersifat gaib, seperti melihat, mendengar, atau merasakan adanya suasana gaib.
Apa yang disaksikan itu berada di luar kemampuan dan jangkauan akal pikiran manusia normal. Kasyaf tidak hanya terjadi pada diri seorang Nabi atau Rasul yang dibekali dengan mukjizat, tetapi manusia biasa yang mencapai maqam spiritual tertentu juga bisa menyaksikannya, walaupun sudah barang tentu , kapasitas kasyaf tersebut berbeda dengan penyaksian yang dialami oleh para Nabi atau Rasul.