Sabtu, 20 September 2014

Dendam Mantan Kekasih Sejenis

Dendam Mantan Kekasih Sejenis Oleh: Syamsul Lesmana

“Kau telah mengkhianati aku Sella. Apa yang kau ucapkan dulu ternyata cuma janji palsu belaka. Ingat Sella suatu saat aku akan membalas sakit hatiku ini!”

______________________________



Itulah kalimat yang diucapkan Erlin aat kami bertemu di sebuah pusat perbelanjaan Bandar Lampung, dua tahun setelah aku melangsungkan pernikahan dengan Dimas. Mulanya tak kuhiraukan ancaman itu, kata-kata yang dilontarkan Erlin kuanggap sebagai pelampiasan emosinya karena kecewa terhadap diriku. Bagiku Erlin cuma masa lalu. Bagian dari hidupku yang kelam.

Saat ini aku memang sedang menikmati kebahagiaan karena aku telah menikah dengan Dimas, seorang lelaki yang memiliki sikap lembut serta mengayomi diriku. Aku sendiri tidak pernah bermimpi bakal kembali hidup normal. Karena selama ini aku menjalani kehidupan dengan julukan lesbian.

Julukan itulah yang membuat aku terlempar meninggalkan keluargaku di kampung. Aku terusir karena masa remajaku yang menyimpang. Saat aku mengijak masa akil balik, aku memiliki perasaan suka yang berlebihan pada kaum sejenisku. Aku masih ingat ketika alah seorang keponakanku kuperlakukan tidak senonoh. Mereka tidak terima an mengadukan perihal perbuatanku itu pada orang tuaku. Dan ulahku itu tentu saja membuat kedua orang tuaku malu.

Akibatnya selain dimarahi, aku dihajar habis-habisan oleh ayahku. Untung saat itu ibu dan nenekku masih membelaku. Tetapi peristiwa itu tidak membuat aku jera, malah sebailknya ulahku semakin menjadi-jadi. Aku sendiri tidak tahu mengapa ini harus terjadi pada diriku. Yang jelas selalu ada dorongan birahi jika aku melihat teman sejenisku yang tomboy. Perilaku yang tak lazim itu tentu saja membuat segenap keluargaku terpukul.

Perlahan-lahan mereka mulai menjauhi diriku. Mereka merasa sangat malu karena sering menerima pengaduan perihal ulahku yang menyimpang itu dan mendengar gunjingan yang miring tentang diriku.

Oh ya, namaku Marsella. Aku biasa dipanggil Sella. Aku dilahirkan di Kota P, sebuah kota kabupaten di Provinsi Lampung. Masa kecilku kulalui dengan normal layaknya anak seusiaku. Tetapi saat usia menginjak remaja tanpa kusadari perlahan namun pasti diam-diam aku menyukai teman sejenisku.

Dan akibat dari perilaku menyimpangku itulah yang membuat aku terlempar ke Kota B. Di kampung kelahiranku aku merasa hidup tidak nyaman oleh teror dan gunjingan orang-orang di sekitarku. Terlebih caci maki dan pukulan-pukulan yang kuterima dari ayahku yang notabebe adalah seorang tokoh terkemuka di kotaku.

Agar telepas dari penderitaan itulah maka aku nekad menggat dari rumah dan tinggal di Kota B. Di sini aku tinggal bersama seorang teman yang kebetulan memiliki nasib yang sama. Karena kesamaan nasib itulah akhirnya kami hidup bersama. Karena Erlin, teman sejenisku hidupnya cukup mapan, maka dialah yang menanggung kebutuhan hidupku sehari-hari. Kehidupanku bersama Erlin layaknya seperti hidup dalam sebuah rumah tangga. Diperlakukannya aku sebagai seorang istri baginya, karena kemampuannya memenuhi kebutuhan rohani dan jasmaniku.

Namun ada satu hal yang membuatku agak kurang nyaman, dia memiliki rasa cemburu yang berlebihan. Aku dilarang berpergian seorang diri tanpa ditemani olehnya. Pernah satu kali aku asyik ngobro dengan Bu Mimin pedagang ketupat sayur yang mangkal di seberang tempat kost kami.

Keasyikan kami berdua rupanya mengundang kecemburuan Erlin. Layaknya seorang yang merasa cemburu, aku didampratnya habis-habisan. Karena merasa bersalah akhirnya terpaksa aku meminta maaf.

“Sekali ini kau kumaafkan, Sella. Tetapi lain kali harus batasi diri. Aku tak ingin kalau orang lain sampai mengetahui hubungan kita. Aku tidak mau kelau kebahagiaan kita sampai ada yang merusak!” desis Erlin.

Aku menggangguk pasti. “Ya, aku juga tak mau kebahagiaan kita hancur,” jawabku.

Mendengar jawabanku Erlim memeluk dan menciumku. Kami bercinta layaknya sepasang manusia normal.

“Sella, kau adalah kekasihku yang terbaik. Kuharap kau tetap bersamaku selamanya,” kata Erlin saat kami mandi bersama.

“Semoga saja begitu, Erlin,” jawabku. Ya, itulah harapan dan cita-cita kami berdua saat itu.

Tetapi kehendak Tuhan lain. Tanpa sengaja au bertemu dengan dengan Dimas di sebuah plaza. Saat itu aku sedang shoping bersama Erlin untuk mencari bahan kebutuhan kami sehari-hari. Usai belanja Erlin menyuruh aku menunggu di depan pintu gerbang, karena dia hendak menemui seseorang yang berkantor tak jauh dari situ.

“Aku ada keperluan sebentar dengan Pak Gunadi, kamu tunggu saja di sini. Aku nggak lama kok,” katanya seraya melangkah ke seberang.

Aku hanya menggangguk membiarkan Erlin pergi. Pak Gunadi adalah manager Erlin di klub malam miliknya.

“Sedang menunggu siapa, Mbak?” terdengar suara lembut menyapaku. Aku segera menoleh ke arah datangnya suara. Seorang pemuda berkulit kuning langsat, berkumis tipis dan berambut cepak berdiri di hadapanku. Dia tersenyum saat aku memandangnya.

“Oh…i..iya..!” jawabku tergagap. Aku sendiri tidak tahu, entah mengapa tiba-tiba muncul perasaan aneh menyusup relung hatiku saat itu. Ada getaran-getaran aneh yang aku sendiri tidak mengerti. Duh, senyum itu membuat hatku bergetar. Entah apa yang terjadi pada diriku saat itu, entahlah aku tak tahu. Karena aku belum pernah merasakan sebelumnya.

“Saya Dimas!” pemuda itu menyodorkan tangannya. Mau tak mau aku menyambut uluran tangan pemuda itu. Kami bersalaman. Ada kehangatan yang kurasakan.

“Ini kartu namaku. Semoga kita bisa bertemu lagi.” Dia memberkan kartu namanya padaku lalu melangkah pergi meninggalkan dirku yang mematung. Terpana!

“Ngelamun lu ya…!” suara Erlin mengejutkan aku. Erlin segera menggandeng diriku mencari taksi. Di rumah Erlin bercerita padaku bahwa dalam waktu dekat ini dia akan berangkat ke Singapura bersama Pak Gunadi managernya.

“Aku akan mencoba mencari peruntungan di sana. Pak Gunadi akan mempertemukan aku dengan relasi-relasinya. Menawarkan diriku agar dapat mengisi acara klub malam mereka. Kalau aku berhasil dan betah di sana aku akan mengabarkan padamu dan memboyongmu ke sana. Dan kita akan hidup bahagia di sana….”

Itulah kata-kata Erlin yang terakhir. Karena sejak dia pergi bersama managernya itulah aku kehilangan kontak. Aku setiap saat menunggu kabar darinya. Aku pernah mencoba bertanya pada teman-temannya, tetapi mereka menggelengkan kepala. Bahkan saat aku mendengar berita tentang kecelakaan pesawat terbang, aku berusaha mencari tahu kalau saja Erlin ada di dalam pesawat itu. Tetapi di dalam daftar penumpang tak kutemukan nama kekasihku itu!

Saat aku merasa benar-benar kehilangan. Hidupku sempat goyah, tak tahu apa yang harus kuperbuat. Untuk bertahan hidup, aku mencoba mencari pekerjaan. Beruntung ada seorang Tionghoa pemilik toko pakaian menerima aku bekerja di tokonya dengan gaji yang lumayan.

Dengan gaji itulah aku bisa bertahan. Hingga pada suatu hari, entahh darimana tiba-tiba Dimas muncul lagi. “Selama ini aku mendapat kontrak kerja di Pontianak. Sekarang kontrak kerjaku sudah habis, dan aku berniat memperpanjangnya, maka aku pulang ke Bandar Lampung,” Dimas berkata tanpa kutanya.

“Oh ya, aku berusaha mencarimu. Setiap hari aku sengaja menunggu di tempat kita bertemu tempo hari. Rupanya penantianku tak sia-sia, akhirnya kita bisa bertemu lagi….” Pertemuanku dengan Dimas berlanjut. Dimas selalu menjemput dan mengantar aku pulang. Bahkan Dimaslah yang membayar uang bulanan kostku.

Pembaca, aku sendiri tidak tahu mengapa bersama Dimas aku merasa nyaman. Karena selama ini aku selalu merasa risih bila berjalan dengan lawan jenisku. Singkat cerita, hubunganku dengan Dimas berlanjut ke jenjang perkawinan. Kami menikah di kampungku. Saat itu keluargaku merasa bahagia meihat keadaanku yang ternyata sudah berubah.

Ya, kini aku kembali menjadi perempuan normal. Karena Dimas bekerja di Bandar Lampung. Usai pesta kami kembali dan tinggal di rumah kontrakan yang baru di Sukabumi Indah. Duh, Gusti, lagi-lagi Sang Maha Pencipta menunjukkan kebesarannya.

Tiga bulan kemudian aku hamil dan melahirkan seorang bayi perempuan yang mungil dan cantk. Saat itu kebahagiaan melimpahi kami, karena Dimas dipromosikan jabatannya sebagai kepala bagian pemasaran. Karena prestasinya itu kami diberi rumah cuma-cuma di kompleks yang sama.

Tetapi pembaca, tak kusangka-sangka di tengah kebahagiaan itu tiba-tiba Erlin muncul. Siang itu tahu-tahu dia sudah berdiri di depan rumahku. Saat melihat Erlin, aku benar-benar shock! Aku tak bisa menyembunyikan keterkejutanku. Dadaku berdetak keras. Saat itu aku seperti sedang melihat hantu di siang bolong.

“Sella….!” Desisnya. “Kau pasti menyangka kalau aku sudah mati. Padahal selama ini aku mencarimu. Sepulang dari Singapura aku ke tempat kontrakan kita tetapi kau sudah pergi.”

“Ta…tapi Erlin…”

“Iya, aku maklum, kecelakaan yang kualami di Singapura itu membuat aku harus dirawat di rumah sakit karena selama kurang lebih tiga bulan aku tidak sadarkan diri,” ceritanya tanpa kuminta.

“Maafkan aku Erlin. Aku benar-benar tidak tahu,” ucapku lirih.

Erlin tersenyum sinis. Wajahnya tiba-tiba tegang. “Ternyata kau sudah mengkhianati aku, Sella. Kau sudah lupa pada janji kita dahulu. Diam-diam kau kau sudah punya suami dan anak. Kau ternyata perempuan normal yang sengaja menipuku. Ingat Sella, aku akan membalas sakit hatiku!” desisnya seraya melangkah meninggalkan rumahku. Sementara aku hanya terpana, mematung memandangnya hingga lenyap di tikungan.

Sejak itu Erlin tak pernah muncul lagi. Diam-diam aku merasa bersyukur. Aku tahu dia pasti merasa sakit hati padaku, tetapi semuanya sudah terjadi. Sebagai manusia aku tak mungkin mengingkari takdir. Aku yakin jalan hidup yang kualami merupakan kehendak-Nya.

Tetapi, Tuhan kembali mengujiku. Dimas, suamiku, tiba-tiba mengalami penyakit aneh. Sekujur tubuhnya muncul bintik-bintik merah, terasa sangat gatal saat digaruk. Tidak cuma itu saja, badannya begitu lemah tak bertenaga. Mulanya aku mengira suamiku semacam alergi. Kucoba membawanya ke dokter spesialis penyakit kulit, namun dokter tidak sanggup mengobatinya. Oleh dokter Purnomo, suamiku cuma diberi salep penghilang rasa gatal. Tetapi ternyata itu sama sekali tidak mempan.

Ketidakberdayaan yang diderita suamiku membuat aku panik dan merasa putus asa. Beruntung seorang teman Dimas yang saat itu menjenguk Dimas dapat mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada diri suamiku itu. “Kayaknya penyakit yang dialami Pak Dimas ini bukan penyakit biasa, Mbak. Coba Mbak bawa ke orang pintar saja,” ucap teman Dimas itu.

Aku mengangguk. Tak ada cara lain bagiku selain menuruti usul teman suamiku itu.

“Ini memang bukan penyakit biasa, tetapi penyakit buatan manusia. Seseorang telah dengan sengaja mengirimkan guna-guna padamu, tetapi yang kena malah suamimu,” ucap Ki Sarman, seorang tabib yang juga memiliki kemampuan supranatural, saat itu aku membawa suamiku ke Padepokkannya di daerah Sidomulyo.

Tiba-tiba saja wajah Erlin melintas dalam benakku. “Erlin… pantas kalau dia pelakunya,” desisku geram.

Ternyata ancaman yang dilontarkan oleh mantan kekasihku itu tidak main-main. Dia telah membalas dendamnya padaku. Tetapi ternyata malah Dimas yang tak berdosa jadi korbannya.

“Tolong sembuhkan penyakit suamiku, Ki. Hanya Aki yang bisa membantu menolongnya. Tolong, Ki,” pintaku setengah menghiba.

“Tenangkan dirimu, Sella. Insya Allah aku akan mencoba menyembuhkan sakit yang diderita suamimu. Tetapi aku minta kau juga membantuku dengan berdoa kepada Allah SWT. Karena sekuat apapun usaha manusia pada akhirnya Allah SWT lah yang menentukannya,” ucap Ki Sarman.

Subhanallah…. Kata-kata Ki Sarman secara tak langsung telah menyadarkan diriku kalau selama ini aku melupakan Sang Khalik. Kuakui kalau selama ini aku tidak pernah melakukan shalat lima waktu. Selama suamiku dirawat di Padepokkan Ki Sarman, aku mulai menjalankan shalat lima waktu. Tak henti-hentinya aku beristighfar meminta ampun atas segala dosa yang kulakukan selama ini. Dan memohon dengan segala kerendahan hati agar penyakit suamiku dapat disembuhkan.

Subhanallah, akhirnya berkat bantuan Ki Sarman dan doa yang kupanjatkan setiap saat, kiranya Allah SWT mengabulkan usaha kami. Alhamdulillah kini suamiku telah sembuh total.

Kalian jangan khawatir, karena aku sudah memagari kalian sekeluarga dengan dari serangan makhluk jahat yang akan mencelakakan manusia,” pesan Ki Sarman saat kami sekeluarga sowan ke Padepokkannya pada bulan Desember 2013 lalu. Alhamdulillah, sampai saat aku menceritakan kisahku ini pada Misteri kami sekeluarga baik-baik saja. (*)

Santet Itu untuk Membalas Dendam dan Mengembalikanmu
Tanggapan Pengasuh
Oleh: Eka Supriatna


Sella, kamu adalah orang yang beruntung bisa kembali ke takdirmu sebagai wanita normal dengan sempurna. Bisa menemukan suami yang baik dan bertanggung jawab. Bisa membina rumah tangga yang menjadi sangat begitu bahagia dan sejahtera. Bahkan telah memiliki keturunan yang sempurna. Dan yang terpenting dalam kasus ini, kamu dan suamimu bisa lolos dari kejahatan mistik yang bisa mematikan.

Dalam beberapa kasus, orang yang pernah terjerat dalam cinta sejenis, entah itu laki-laki atau perempuan, rata-rata mereka akan sangat sulit untuk kembali ke kehidupan normal. Bila pun bisa kembali, akan membutuhkan waktu yang sangat panjang dan pasti akan tersisa bekas-bekas yang menyakitkan hati. Misalnya, sulit melupakan masa lalu dan selulu saja ingin mengulangi percintaan dengan teman sejenisnya. Kemudian yang lebih fatal adalah, akan sulit pula dalam Anda mendapatkan keturunan, sebab saat bercinta perasaan masa lalu itu akan terus terbawa saat Anda bercinta dengan pasangan.

Kemudian melihat dampak dari penyakit kiriman mantan kekasih sejenismu itu, saya merasa apa yang telah dilakukan Erlin juga tidak terlalu membahayakan. Dia masih menyimpan rasa sayang dan yang utama kasihan yang tersisa dalam hati Erlin atau dukun yang mengirimkan guna-guna itu. Jika saja Erlin mau berbuat jauh lebih kejam dari itu, mungkin ia bisa saja mengirimkan santet yang lebih mematikan dari yang Anda rasakan saat itu. Bukan sekedar membuat suamimu mengalami penyakit gatal-gatal saja.

Analisa saya, dalam benak Erlin masih terselip rasa ingin kembali memilikimu untuk membalaskan dendamnya. Coba bayangkan jika penyakit itu menjangkiti dirimu. Kamu akan parah dan menderita dengan penyakit gatal-gatal itu dan menimbulkan luka di kulit. Luka bekas borok itu tentu saja akan nampak jelek, apalagi di kulit seorang wanita. Dengan borok-borok yang menjijikkan sangat mungkin rumah tanggamu dengan Dimas akan terganggu. Dan harapan Erlin adalah Dimas akan menceritakanmu. Saat itulah Erlin akan datang sebagai pahlawan kesiangan menolongmu. Saat itu pula Erlin bisa membalaskan sakit hatinya padamu.

Tapi sekali lagi kamu dan suamimu adalah orang yang diberkahi Allah, atas bantuan Ki Sarman dan izin Allah tentunya, suamimu bisa selamat dari penyakit itu. Jika tidak, sangat mungkin penyakit gatal itu bisa saja terus menggerogoti tubuh suamimu. Dengan perlahan hingga akhirnya parah, mungkin penyakit gatal itu bisa saja merenggut nyawa suamimu. Sekali lagi, banyak-banyaklah bersyukur pada Allah SWT. Tetaplah dalam meyakini takdirmu sebagai wanita sejati.

Kemudian saat ditimpa penyakit apapun bentuknya, yakinlah bahwa Allah SWT menciptakan penyakit dengan disertai obatnya. Demikian pula ketika kamu mendapatkan masalah, sebesar apapun masalah itu, yakinlah ada solusi dan jalan keluar yang terbaik di jalan Allah Yang Maha Kuasa. (*)

Sumber: Misteri Edisi 580 (20 April-04 Mei) Tahun 2014

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih kunjungannya sahabatku. saya harap sudilah kiranya rekan dan sahabat meninggalkan sepatah atau dua patah kata di kolom komentar ini.

Harap berkomentar dengan sopan, dan juga mohon tidak promo. tidak mencantumkan kode-kode togel atau isi komentar yang berbau togel. jika melanggar dengan terpaksa komentar saya hapus...!! terima kasih