Kamis, 20 Desember 2012

R a j a w a l i

Cerpen: Esti Pramestiari

Aku merindukanmu Rajawali, sepekat pelangi merindukan hujan sore tadi. Aku merindukanmu rajawali, merindukan mata yang berpendar mengajakku terbang tinggi dan menari. Aku merindukanmu rajawali seperti kala itu kita berjanji untuk kembali, bersama suatu hari.

Malam ini, hujan bergemuruh, langit gelap, mataku selalu ingin terpejam, meski sulit. Dibayangku hanya ada saat dimana kita bersama, rajawali itu menatapku..sayapnya seakan menyentuh pori-pori tubuhku, diam tanpa suara... aku memandangnya, melihat luka yang sama dimatanya, luka itu kurasakan, batinku yang berkata, meski bibirnya terdiam tanpa suara. Aku menyentuhnya, menyentuh wajahnya yang kuat namun aku mengerti sayapnya telah rapuh karena terpaan cuaca.

"Hei Rajawali.. apa aku boleh menyentuh sayapmu?" kataku. Rajawali itu terdiam, aku memandangnya lekat, tanpa suara meski aku mengerti maknanya. "Bolehkah aku mengobati sayapmu yang patah?" kataku kemudian. Rajawali itu tetap terdiam, matanya memandangku, andai rajawali itu mengerti betapa aku telah menyerahkan seluruh hatiku padanya. Seperti hembusan nafasku yang terlahir sempurna hanya untuk bersamanya.

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *



Petir bergelora, aku bersama rajawali, menyentuh kepakan sayapnya, sempurna.. sebentar lagi mungkin rajawali dapat kembali terbang mengitari dunia. Rajawali itu diam, melihatku tanpa bersuara, meski kali ini sayapnya yang tak luka menyentuhku. Aku larut, larut dalam gelora dunia, tak perduli akan awan hitam yang mengajak pergi namun selalu ingin kembali.

Aku larut alam geloranya, matanya mengajakku untuk terus menari. Aku menyentuhnya, menyentuh kepakan sayap dengan luka lamanya. “Rajawali tetaplah disini,” aku berkata dalam hati, tak ingin membiarkannya pergi. Rajawali tak mendengarkanku, dia larut dalam sinar malam ditemani bintang dengan kejoranya.

“Rajawali... jangan pergi,” aku berkata dalam hati, daun keringku tertiup angin lalu pergi, malam ini dia nyaris tak dapat mendengarku.

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *



Pagi ini, cakrawala menari, mentari berpendar dengan indahnya, tanpa suara, tanpa kata. Rajawali berkata "Pagi," aku tersenyum, karena itu kata dimana aku selalu menanti pagi, menanti matahari, menanti kehidupan. Aku juga memiliki luka, luka yang mungkin aku simpan sendiri dan tak ada seorang pun mengerti maknanya, namun aku harus berkata kali ini, kepada rajawali, aku yakin jiwanya yang indah dapat menerimanya, menerima luka yang aku rasa, seperti aku menerima kepakan sayapnya yang patah karena terpaan cuaca.

"Boleh aku bicara" ucapku. "Silahkan" rajawali menjawabnya. Aku bercerita semuanya, sejujurnya, meski membuka kenangan yang terkoyak membuat seluruh tubuhku merinding akan kelu. Rajawali terdiam, menatap mataku yang menunduk, aku berharap dia dapat menerimanya.

"Jika begitu, maka aku yang harus terbang tinggi," sahutnya. "Maksudnya?" kataku kemudian. Aku terdiam, hatiku terkoyak, jiwaku memanggilnya namun dia tak mendengarnya, betapa mentari seakan tak lagi ada, seperti udara disekelilingku pekat, seperti aku seorang diri menatap dunia.

Rajawali itu pergi, aku melihatnya, melihatnya dari kejauhan yang tak seorang pun dapat melihat kepakan sayapnya yang telah kembali sempurna. Jiwaku memanggilnya, namun rajawali tak mendengarku, dia terbang dengan sayap indahnya, lalu aku sendiri, menikmati dunia.

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *



Diam….ditemani langit tanpa bintang. Saat ini, aku lebih menanti malam, bukan lagi mentari yang datang tanpa bintang, malam membiarkanku bersuara lantang akan banyak hal, angin malam menyapaku, menyapa tubuhku yang tak lagi bernyawa, aku merasa separuh jiwaku telah pergi bersama rajawali.

Burung gereja datang, berkerumun diatas jendela, menyapaku satu persatu dengan kepakan sayapnya, aku tersenyum, hanya berpura-pura, karena aku hanya dapat tersenyum bila rajawali kembali...aku merindukannya...merindukan mentari yang datang bersamanya..bersama kepakan sayapnya yang telah sempurna.

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *



“Pagi,” satu persatu burung kenari menyapaku..memegang jiwaku yang telah pergi..memelukku. Aku berusaha menikmati pelukannya, namun nyatanya..aku tak mampu...labirinku mati..ya tak ada lagi senyuman setelah dia pergi...rasaku telah terbang tinggi dan menari bersama rajawali yang terbang tinggi.

Hujan.. langit legam.. enggan bicara akan kebenaran. Aku menikmati rasa yang aku tak pernah mengerti kapan harus terhenti. Tak lama burung merpati datang, memberiku sepucuk surat, aku memegangnya, membukanya dan menikmati isinya.

"Tadi.. aku ingin meloncat.. mengambil putihnya kapas langit..sebagai persembahan sederhana..sesederhana matahari yang menjadikannya panas bumi..lalu menjadikannya awan..dan menjadikannya hujan cinta" @Rajawali. Aku tergetar...aku memelukknya, memeluk kertas dengan nama yang kurindukan didalamnya. Dimana rajawali pelangi? dimana aku harus mencarinya? Pada langit, matahari atau pelangi... aku merindukannya, katakan padanya aku ingin dia kembali.

Tak lama petir bergelegar kembali, putikku hancur, aku membiarkannya, menunggunya dalam kelam dan ruangan hampa udara, entah hingga kapan, hingga mungkin bungaku layu tanpanya, dalam penantian panjang yang sempurna.

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *



Mentari pagi ini, bersama kupu2 terkesiyap..merejap. Aku meniupkan sesuatu kepadanya. Tiupan kata yang hanya aku dan kupu-kupu yang mengitariku yang mengerti maknanya. Serpihan kapas menggeliat..merejap. Kupu-kupu..sampaikan kata bahwa aku merindukan rajawaliku yang terbang tinggi dilangitmu . Aku berdiri dibumiku, menantinya memelukku hingga suatu hari dia akan selalu bersamaku, ya bersamaku, tertawa dan kami berpendar di udara memetik putihnya kapas langit, berdua.

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *



End
Ditemani Rintik Hujan
Bandung, November 2012

Esti Pramestiari, penikmat Sastra, mencintai sastra sejak pertama kali mengenal kata dan bahasa. Karya-karyanya berupa cerpen, cerbung, puisi, dan karya jurnalistik lainnya banyak diterbitkan diberbagai media cetak dan elektronik. Cerita pendeknya yang dimuat di Kompas.com antara lain Perahu Kertas, Perawan Tua, Surat Cinta untuk Aa, Wanita Penghibur, Homonculus, dll. Saat ini sedang mempersiapkan novel pertamanya yang akan terbit bersama Timoteus Talip penulis yang telah melahirkan delapan buah buku fenomenal.
Sumber: Oase.kompas.com, Jumat, 14 Desember 2012

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih kunjungannya sahabatku. saya harap sudilah kiranya rekan dan sahabat meninggalkan sepatah atau dua patah kata di kolom komentar ini.

Harap berkomentar dengan sopan, dan juga mohon tidak promo. tidak mencantumkan kode-kode togel atau isi komentar yang berbau togel. jika melanggar dengan terpaksa komentar saya hapus...!! terima kasih