Rabu, 24 Juli 2013

Barter Nyawa di Lereng Gunung Sumbing

Barter Nyawa di Lereng Gunung Sumbing Oleh: Esparti

Tak tahan dengan kemiskinannya, Lukman menukar nyawanya sendiri dengan sejumlah uang. Potongan tubuhnya diperjualbelikan dipasar setan. Sedangkan ruhnya menjadi budak iblis sepanjang masa.


Maria masih ingat persis saat Lukman suaminya pagi itu pulang dengan langkah gontai. Ia berucap lemah dengan bibir sedikit pucat.

"Maria, mungkin ini uang terakhir yang bisa aku berikan kepadamu. Kau gunakan seperlunya agar cukup untuk keperluan sekolah Rani anak kita. Dan jika ada sisanya, bisa kau manfaatkan untuk modal berdagang," tutr Lukman sambil menyodorkan bungkusan kantong hitam, yang ternyata berisi lembaran uang kertas.

Maria tampak bingung, bahkan tak tau harus bilang apa. Ia terbengong dengan sikap suaminya yang pergi selama tiga hari, dan tiba-tiba pulang dengan membawa sekantong penuh uang kertas.

"Uang dari mana semua ini Mas? Apa yang telah kau lakukan selama tiga hari kepergianmu?" tanya wanita beranak satu sembari mengernyitkan dahinya.

"Hidup adalah pilihan Maria. Walau pilihan itu terasa pahit bagi kita, tapi inilah takdir yang harus kita jalani." Kenang Maria menirukan ucapan suaminya dua tahun silam.

Lukman merasa telah gagal hidupnya setelah merantau beberapa tahun di daerah Cikupa, Tangerang tanpa membuahkan hasil seperti yang diharapkan. Lalu ia pulang ke kota kelahirannya Kebumen. Dengan pertimbangan biaya hidup yang lebih rendah, sehinga berharap bisa sejahtera. Tapi rupanya dugaan itu meleset, kenyataan ini tak didapatinya pula di desanya. Walau segala upaya telah dilakukan Lukman agar bisa hidup layak, tapi usaha itu tetap saja gagal, tak membuahkan hasil yang berarti. Hingga ahrnya ia tergiur oleh bisikan manis iblis yang bersemayam dalam jiwanya.

"Dalam keterpurukan ekonomi, Mas Lukman benar-benar stres. Sering ia mengeluhkan keadaan itu, dan aku sendiri tak bisa berbuat banyak, kecuali hanya menyabaran hati untuk mengarungi kehidupan yang pahit ini." Lanjut Maria dalam perbincangan dengan misteri.

mungkin ungkapan "orang miskin dilarang sakit" itu ada benarnya. Jangankan sakit, sehat saja susah mencari rezeki yang halal. Sehingga haram pun ia terjang dengan berbagai cara. Pemikiran inilah yang terus bermain dibenak Lukman. Hingga akhirnya pada suatu malam, ia mendatangi rumah Baskoro adiknya, dengan maksud meminta untuk menemaninya pergi ke suatu daerah di lereng Gunung Sumbing. Menurutnya di tempat itu ada seseorang yang bisa merubah hidupnya menjadi makmur, terkabul segala kebutuhannya, dengan jalan menukar nyawa kepada dhanyang penghuni disana.

"Di tempat itulah dulu temanku bisa merubah nasibnya dengan spontan Bas. Sekarang dia menjadi orang yang kara-raya di kampungnya," bisik Lukman berusaha meyakinkan adiknya dengan suara pelan, agar tak didengar orang lain.

"Tapi Mas... aku tak berani. Apa tidak ada jalan lain? Hal itu bukan hanya dosa besar, dan resikonya suatu saat kita sendiri yang harus menanggungnya, baik kepada dhanyang tersebut, maupun di hadapan Tuhan." Ucap Baskoro yang begitu terkejut dengan keputusan kakaknya. Lukman hanya menggeleng pelan.

"Aku ingin kaya, Bas, bukan hanya sekadar mimpi jadi orang kaya. Dan semua akan aku mulai sekarang. Aku yakin, diriku bisa menjadi orang yang terpandang dan disegani di kampung ini. Kau tau Bas, aku sudah capek miskin. Aku sudah bosan dihina dan diremehkan masyarakat. Keberadaanku di tengah mereka seolah tak dianggap." Tuturnya sedikit mengeras dengan pandangan kosong.

"Yah...... itulah nasib kita Mas. Tapi untuk menempuh jalan sesat, aku tak bisa. Bahkan sama sekali tak terbersit dalam benakku. Kalau bisa kau eling dan sadar Mas!"

"Sudahlah Bas! Kalau kau tak berani, biarlah aku sendiri yang pergi ke tempat itu. Niatku sudah bulat, semua sudah aku pertimbangkan. Dan memang rasanya hanya jalan ini yang bisa merubah hidupku. Kalau kau tak mau menemaniku, biarlah aku berangkat sendiri besok pagi."

Kemudian ia berlalu, pergi meninggalkan Baskoro yang masih terbengong. Ajakan Lukman ditolaknya dengan halus, bahkan Baskoro telah berusaha keras untuk menghalangi niatnya. Tapi sayang, rupanya iblis telah bercokol dengan kuat di hatinya. Sehingga pagi itu Lukman tetap pergi meninggalkan Maria. Kepergiannya yang tanpa pamit membuat wanita setengah baya itu mengkhawatirkan dirinya.

"Setelah tga hari lamanya, tiba-tiba dipagi buta ia pulang dengan menenteng bungkusan tas plastik hitam. Dan begitu kubuka, ternyata berisi lembaran uang kertas penuh. Sontak aku terkejut, berbagai penafsiran sempat aku tanyakan, tapi ia tak menjawab sama sekali. Dirinya hanya tersenyum yang rasanya cukup pahit bagiku." Cerita Maria di hadapan Misteri.

Maih menurutnya pula, setelah dua tahun berlalu baru dirinya tau kalau ternyata kepergian Lukman saat itu menuju lereng Gunung Sumbing untuk menemui seorang dukun yang bernama Wak Diran. Semua ia ketahui dari pengakuan Baskoro. Menurutnya, Wak Diran bisa menghubungkan seseorang yang ingin menukarkan nyawanya dengan penghuni disana, asalkan orang tersebut dengan niat mantap. Dan ini terbukti pada diri Lukman.

"Aku tak menyangka suamiku akan berbuat senekat ini. Kalau saat itu tau, aku tak akan mau menerima uang dari hasil penjualan nyawanya di sana. Dan yang paling menyedihkan, Mas Lukman belum sempat menikmati hasil jerih payahnya ia keburu dijemput oleh dhanyang lereng gunung itu. Jika kuingat semua, perih rasanya hati ini." Kenang wanita yang kini menekuni usaha katring di desanya. Dan semua itu tak lepas dari modal pemberian suaminya untuk yang terakhir kalinya. Di hadapan Misteri Maria menuturkan, betapa hancur hatinya saat dengan mata kepala sendiri melihat Lukman suaminya meregang nyawa.

Sehabs makan malam bersama, tiba-tiba ia tersengal, lalu batuk dan kemudian langsung muntah darah. Mas Lukman jatuh tak sadarkan diri. Kami tak sempat membawanya ke rumah sakit, karena kejadiannya begitu cepat. Bahkan saat tetangga berdatangan dengan maksud memberikan pertolongan, ia sudah tak bernyawa."

Lebih lanjut Maria menuturkan, kematian suaminya yang tragis ini tak lepas dari ulah dhanyang gunung itu yang menukar nyawanya dengan sejumlah uang. Begitu juga keyakinan Baskoro adiknya, beruntung ia berhasil menolak ajakannya saat itu. Rupanya begitu cepat kesempatan hidup yang diberikan oleh iblis tersebut. Bahkan beredar kabar pula, manusia yang mati karena barter nyawa di tempat itu, jasadnya (raganya) akan diperjual belikan layaknya daging potongan di pasar setan yang ada di sana.

Kabar mengenai hal itu rasanya sudah menjadi rahasia umum bagi masyarakat di lereng Gunung Sumbing. Sedangkan nyawa mereka yang telah ditukarnya akan menjadi budak para penghuni di sana. Dari keterangan Baskoro yang disampaikan kepada Misteri, sebenarnya saat itu kakaknya masih hidup. Hanya saja waktu kesepakatan dalam penukaran nyawa telah habis, sehingga dengan paksa ia akan diambilnya saat itu juga.

"Dhanyang di sana ta mau peduli orang tersebut sedang dimana atau sedang melakukan apa. Yang pasti saat waktunya tiba, mereka beranggapan karena serangan jantung. Atau jatuh dari kendaraan tanpa sebab yang diakhiri dengan kematian. Hal ini perlu diwaspadai dengan ulah penghuni tempat itu.

"Yang pasti jasad dari orang yang menjadi korbannya dengan cepat akan ditukar dengan pohon pisang (gedebong) untuk mengelabuhi keluarga dan masyaraat. Sedang raga aslinya akan diperjual-belikan kembali di pasar alam pedhanyangan. Kemungkinan hal ini yang terjadi pula dengan kakakku." Tandas Baskoro dengan sesekali mengenang sosok kakaknya yang menurutnya cukup pendiam. Saat ditanyai mengenai proses ritualnya, laki-laki yang merupakan adik ipar Maria mengungkapkan, kalau sebenarnya hal itu tergantung dari banyak sedikitnya harta atau uang yang diminta.

Jadi semakin banyak permintaan, semakin cepat pula nyawanya ditarik untuk dijadikan penghuni alam sana. Seprti yang pernah aku dengar, teman Mas Lukman yang tinggal di daerah Brebes. Saat itu ia meminta sebuah rumah, mobil sewrta motor. Alhasil, gaib di sana memenuhinya dengan syarat, umur mereka tinggal setahun. Dan beberapa bulan kemudian terbukti, ia memiliki segala sesuatu yang diinginkannya. Akan tetapi baru menikmati kemewahan sesaat, waktu yang dijanjikan habis. Tibalah saatnya ia menyahur hutang atas janji yang telah disepakati. Sehingga tepat setahun kepulangannya dari gunung itu, teman Mas Lukman meninggal dengan mngenaskan.

"Pernah ada seseorang yang diberi kesempatan waktu hanya enam bulan untuk menikmati hartanya, ini dikarenakan banyaknya kekayaan yang dimintanya, sehingga penghuni di sana hanya memberinya waktu begitu singkat." Sambungnya mengingat cerita Mas Lukman saat itu atas nasib yang menimpa para sahabatnya, yang mungkin telah menginspirasikan dirinya pula, sehingga ia mengambil jalan yang serupa.

Mungkin penuturan Baskoro benar, bermacam cara bia dilakukan iblis tempat itu untuk menjemput nyawa seseorang yang telah menjadi targetnya, hanya saja berbeda jalan dan cara. Ada yang jatuh pada saat sedang jalan, dan mereka menyangka kalau ia terkena strooke. Terkadang pula dengan cara kecelakaan di jalan, dan hal ini paling sering terjadi. Bahkan ada yang hanya sakit sehari langung meninggal dunia.

Tapi ang jelas semuanya mati secara mendadak. Dan pastinya, nyawa orang yang telah dijual di tempat itu tak pernah lewat dari apa yang sudah diepakati bersama. Mungkin bagi sebagian orang menjual nyawanya disana merupakan hal yang praktis dan bisa mengurangi beban dosa, karena tak perlu menggunakan tumbal orang lain, apalagi nyawa keluraganya. Ia lebih baik mengorbankan diri sendiri demi kebahagiaan keluarganya.

Tapi bagaimana pun juga, ia tetap dosa besar di sisi Tuhan. Bahkan ia akan mendapatkan perlakuan yang tidak senonoh dari iblis penghuni gunung tersebut. Rupanya diri manusia tak berarti bagi setan dan sebangsanya. Begitu pula bagi kehidupan kita sendiri. Terbukti nyawa satu-satunya diperjual-belikan kepada makhluk halus layaknya barang dagangan. Bahkan kabarnya, dagingnya pun akan menjadi tontonan dan bahan belanjaan yang banyak diminati bangsa setan di pasarnya.

Seolah menjadi mimpi buruk yang tak pernah terduga bagi Maria. Seorang Lukman yang dikenal pendiam, tiba-tiba menjalin persekutuan dan rela menjual nyawanya sendiri untuk mengatasi enderitaan yang terus membelitnya. Mungkin Lukman orang yang selalu berharap mulia untuk membahagiakan keluarganya. hanya dirinya lupa, kalau sedang hidup disebuah negara yang sulit lapangan kerja, serta rendahnya moralitas akibat terpuruknya keimanan kepada Allah SWT. (*)

Sumber: Misteri Edisi 562 Tahun 2013

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih kunjungannya sahabatku. saya harap sudilah kiranya rekan dan sahabat meninggalkan sepatah atau dua patah kata di kolom komentar ini.

Harap berkomentar dengan sopan, dan juga mohon tidak promo. tidak mencantumkan kode-kode togel atau isi komentar yang berbau togel. jika melanggar dengan terpaksa komentar saya hapus...!! terima kasih