Senin, 24 November 2014

Investigasi Gaib Sosok Kanjeng Ratu Kidul

Investigasi Gaib Sosok Kanjeng Ratu KidulOleh: Goenawan WE

Kisah keberadaan legenda tentang ada tidaknya sosok penguasa Laut Selatan yang akrab disebut Kanjeng Ratu Kidul memang masih terbungkus satu misteri yang tidak sembarangan orang mampu mengupasnya secara akurat kebenarannya.

______________________________



Banyak beredar beragam versi cerita rakyat. Namun sebetulnya untuk bisa mengetahui ada tidaknya keraton lelembut di Laut Selatan, ada satu Pustaka kuno yakni Babad Tanah Jawi. Dari pustaka ini orang akan bisa menelaah tentang keberadaan ratu jelita Kangjeng Ratu Kidul tersebut. Keakuratannya pun dapat dipertanggung jawabkan, mengingat kitab babad tersebut hingga kini masih “dipakai” kalangan masyarakat Jawa khususnya Kawulo Mataram dan Keraton Kesunanan Surokerto Hadiningrat.

1. Atur Pembagya
Dalam tulisan ini, bahkan dilengkapi dengan hasil investigasi mistik yang akan menambah akurasinya. Seorang abdi-dalem Keraton Surokerto Hadiningrat yang membidangi masalah spiritual kejawen yang juga Paran Poro atau Penasehat Spiritual Alm. PB XII, ki KRMHT . Djoko Pandjihamidjoyo, BA akan membahas tuntas permasalahannya yang berlandaskan pada Pustaka Kuno Babad Tanah Jawi dan hasil investegasi selama ini, sehingga bisa merupakan sumber pengetahuan gaib khususnya mengenai kebaradaan, sejarah sert relevansinya meyakini tentang keberadaan Kangjeng Ratu Kidul.

2. Konfirmasi Hasil Investigasi Gaib Oleh Nara Sumber
Terlepas dari dogma: percaya dan tidak percaya, sebagai peraga spiritual, narasumber yang juga abdi-dalem Keraton Surokarto Hadiningrat Ki KRMHT. Djoko Pandjihamidjoyo, setiap agenda Keraton melaksanakan ritual-ritualnya, terutama ritual pokok seperti Wiyosan Tingalan Jumenengan, Gerebeg Besar, Gerebeg Maulud, Kirab Pusaka malam 1 Suro, dan lain-lain. Yang setiap acara keraton tersebut selalu dihadiri oleh Kangjeng Ratu Kenconosari yang dalam kehadirannya selalu didahului dengan pertanda hujan deras dan embalinya wun (panggilan akrab Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhan Pakoe Boewono yang ke XII) di panggung Songgobuwono, menara tinggi di halaman Keraton. Untuk keperluan itu Ki Djoko (panggilan akrab Ki KRMHT. Pandjihamidjoyo) selalu punya tugas dan peran dalam menerima kehadiran beliau.

Dengan “mata batin” dan indera supra, Ki djoko mampu “melihat” sosok wanita belia nan jelita penuh wibawa, beliaulah yang sering disapa Ibu Ratu atau Kangjeng Ratu Kenconosari, penguasa Laut Selatan tersebut. Jadi fenomena tentang kebaradaan Ratu Laut Selatan itu secara pasti dan diyakini ada dan masih eksis hingga abad modern ini, meski kehidupan beliau hingga abad 21 ini telah mencapai usia 1300 tahun lebih untuk Kangjeng Ratu Kenconosari, atau 4000 tahun bagi Kangjeng Ratu Kidul.

Secara kebetulan juga Ki Djoko memiliki “sarana” dan telah diakui beliau, yakni adanya “sahabat” Ki Djoko yang konon adalah titisan Kangjeng Ratu Kidul dengan Brawijaya saat pergolakan para Wali menjatuhkan Majapahit, Raja dan para selir melarikan diri ke arah timur. Di Desa Ketonggo, kaki Gunung Lawu salah seorang istri selir yang konon wadagnya sering “diagem” Kangjeng Ratu Kidul untuk berhubungan dengan Sang Prabu Brawijaya, disitu “keguguran.”

Janin keterek tersebut kemudian menjadi sahabat dengan Almarhum Nenek Ki Djoko dan menurun sampai sekarang sebagai Ki Djoko yang memiliki nama Kyai Paser, sosok makhluk halus dari ras, Kamadadi (istilah kejawean bagi arwah yang memiliki jasad dan gagal mensenyawainya). Dari persahabatan itulah Ki Djoko menjadi orang yang di “kenali” Kngjeng Ratu Kencorosari, dan mempunyai kewajiban Pisowanan Rutine setiap purnama bulan Suro, dengan melalui pintu gerbang Keraton Kidul di bagian tengah, yakni Parangkusumo Yogya Selatan Ki Djoko selalu hadir dalam Pisowanan Suro tersebut di Siti Hinggil Keraton Kidul.

Perlu diketahui bahwa pintu gerbang Keraton Kidul ada tiga, bagian timur di Blitar Selatan yakni Pantai Ngliyep. Bagian tengah di Parangkusumo, Yogya Selatan, dan bagian barat di Pelabuhan Ratu. Adapun posisi Keraton Kidul adalah di sebelah selatan Gunung Merapi, belahan laut bagian selatan tepat di Desa Pamantingan

Figur Kangjeng Ratu Kencorosari tidak ubahnya Kangjeng Ratu Kidul atau Dewi Nawangwulan yakni, sosok jelita, wajah bersinar penuh charisma, dengan rambut diurai hingga pinggul, bersumpingkan bunga semboja, bermahkotakan susun tiga (tiara), mengendarai kereta kencana yang ditarik delapan kuda jin, berpakaian serba hijau (biru kehijau-hijauan) bertahtakan emas berlian dan mutu manikin merah delima. Tangan kanan selalu memegang cambuk dan tangan kiri sambil memegang tali sais, menggenggam tongkat komando bermotif trisula atas bawah. Itulah gambaran sosok beliau

3. Siapa Sosok Kangjeng Ratu Kidul itu?
Dalam dunia maya yang tidak kasat mata, banyak orang yang meyakini keyakinan tersebut suda ada sejak kuno makuno bahwa di Laut Selatan belahan dunia ini terdapat satu sentra pengendalian aktivitas makhluk-makhluk halus (baca: lelembut) yang hidup di alam supranatural, yakni Keraton Kidul. Sebagai orang nomor satu yang notabene selaku Ratu-nya yakni sosok makhluk halus ber ras iblis yang konon moyang-moyangnya berasal dari Segitiga Bermuda Amerika, yang bernama Roro Kidul.

Kurang lebih 4000 tahun yang lalu Roro Kidul dinobatkan sebagai Ratu Laut Selatandan bergelar Kangjeng Ratu Kidul. Hasil investegasi narasumber mengatakan bahwa keberadaan makhluk-makhluk halus di Laut Selatan memiliki populasi yang sulit dihitung dengan angka, jumlahnya ber-milyar-milyar, terdiri dari berbagai ras yang merupakan persilangan persilangan, seperti genderuwo, ilu ilu banaspati, wewe, sundel bolong, peri, dan lain-lainnya. Laut Selatan merupakan satu kerajaan yang langsung dibawahi penguasa utama (baca: kekaisaran lelembut) di Segitiga Bermuda Benua Amerika.

Kekuasaan absolutnya yang menjadikan sang ratu terlalu sewenang-wenang terhadap umat Ciptaan Tuhan terakhir yakni manusia, menjadikan sosok Kangjeng Ratu Kidul sangat ditakuti, sehingga banyak ekali orang-orang yang kemudian “memalinkan” imannya, menyembah sang ratu. Itu terjadi sebelum abad VIII Masehi. Pelanggaran-pelanggaran hak yang diberkan Tuhan kepadanya (boleh menggoda manusia keturunan Adam asal tidak dipaksa) telah dilanggar; Kangjeng Ratu Kidul secara periodik telah merenggut nyawa-nyawa manusia yang tidak percaya dengan menebar berbagai penyakit (pageblug) yang setelah mati nyawanya disandera ebagai pengikutnya. Inilah realita yang terjadi kala itu.

4. Sosok Manusia Linuwih Kangjeng Ratu Kidul
Melihat keadaan seperti itu, sepertinya Tuhan tidak berkenan, dan memunculkan figur manusia linuwih untuk meredam dan mematahkan kesewenang-wenangan dan keangkaramurkaan Ratu Laut Selatan tersebut. Siapa figur manusia sakti yang akhirnya mampu membawa misinya menaklukan kesaktian Kangjeng Ratu Kidul?

Konon dikisahkan dalam babad yang diawali dengan adanya Kerajaan Pajajaran abad delapan dengan rajanya Kangjeng Prabu Mundingwangi yang terpaksa mengusir putra-putrinya Dewi Kilisuci pergi dari istana karena tidak mau dinikahkan dengan raja muda Segaluh Raden Banyak Wide. Kepergian Dewi Kilisuci mengarah ke timur dan berhenti di Gunung Kombang (perbatasan Jabar – Jateng sekarang).

Di situ Dewi Kilisuci menjadi pertapa dank arena kesaktiannya untuk mengelabuhi pengembaraannya, Dewi Kilisuci merubah wujud menjadi seorang pertapa lak-laki tua bergelar Ki Hajar Cemorotunggal. Nama Cemorotunggal mungkin diambil karena adanya pohon cemara satu-satunya di puncak Gunung Kombang yang merupakan padepokannya. Kemasyhuran Sang Hajar dalam kurun waktu tiga generasi terus berkembang, semakin tersohor akan kesaktiannya. Konon, keadaan kerajaan Pajajaran yang akhirnya ditumpas oleh kerajaan Segaluh oleh Rajanya Kangjeng Prabu Banyak Wide mengakibatkan putra mahkota Pajajaran Raden Joko Susuruh melarikan diri keluar dari wewengkon kerajaannya.

Kepergiannya juga diikuti adiknya (lain ibu) Aryo Bangah. Kepergian keduan ksatria Pajajaran tersebut dengan maksud mencari seorang guru untuk menyerap ilmu-ilmu kanuragan dengan harapan pada suatu saat mampu merebut kembali Kerajaan Pajajaran dari tangan Segaluh. Akhirnya Joko Susuruh sampai di puncak Gunung Kombang dan berguru pada Sang Hajar. Dalam kurun wakktu diperguruannya, akhirnya Raden Joko Susuruh mengetahui siapa jatidiri Hajar Cemorotunggal yang tak lain adalah figur wanita jelita yang sakti dan tak bisa tua, yakni saat Sang Hajar bersemedi merubah wujud yang kebetulan diintip oleh Raden Joko Susuruh.

Karena tak kuasa menahan gejolak asmaranya, maka Joko Susuruh ingin mengawininya. Sang Hajar akhirnya juga menceritakan tentang dirinya yang masih termasuk trah Pajajaran, kakak dari nenek Joko Susuruh yang bernama asli Dewi Kilisuci. Menanggapi ppermintaan Joko Susuruh untuk memperistrkannya, Dewi Kilisuci menyanggupi tetapi bukan waktu itu, melainkan besok kalau Joko Susuruh telah menjadi raja di Tanah Jawa dan Dewi Kilisuci juga akan menjadi raja yang akan merajai kaum lelembut dan bertahta di Laut Selatan yang masih wewengkon kekuasaan raja keturunan Joko Susuruh di selatan Gunung Merapi.

Dewi bahkan menyarankan agar Joko susuruh meneruskan perjalanannya mengarah ke timur, dengan pesan jangan sekali-kali berhenti dan bermukim kalau menemukan sebuah pohon maja yang hanya berbuah satu dan pahit rasanya. Di sutilah “wangsit” mengatakan akan timbul kerajaan besar di Tanah Jawa dwipa dan Joko Susuruh lah rajanya.

Singkat cerita, Joko Susuruh dan adiknya Aryo Bangah telah bermukim di satu tempat seperti arahan Dewi Kilisuci yakni dilembah sungai (sekarang Kota Mojokerto) dan desa itu dinamakan Desa Majapahit. Semakin banyak orang bermukim jadilah kota besar, dan niat Joko Susuruh untuk merebut kembali tahtanya dilaksanakan. Akhirnya Kerajaan Pajajaran dipindahkan ke Desa Majapahit sehingga menjadi kerajaan yang bernama Majapahit. Itu terjadi abad 8 pertengahan.

Alkisah Dewi Kilisuci setelah Raden Joko Susuruh pergi, juga terus mengikuti kepergiannya tetapi arahnya ke Pantai Laut Selatan yang sesuai wangsit terletak di sebelah selatan Gunung Merapi. Di situ Dewi Kilisuci berhasil memerangi Ratu Laut Selatan yang maha sakti itu. Keberhasilan Dewi Kilisuci juga tak luput dari bantuan seorang bibadari Dewi Nawangwulan yang konon ditloka kepulangannya ke khayangan karena kehidupannya telah tercemar karena mengawini manusia (Joko Tarub). Akhirnya peperangan, dengan tunduknya Kangjeng Ratu Kidul, terjadi satu keajaiban alam, tiga karakter sukma yakni suma manusia yang bisa moksa; Dewi Kilisuci, serta sukma dengan jasad Dewi Nawangwulan, serta sukma dan jasad “ether” Kangjeng Ratu Kidul “menyatu” dalam satu figur.

Figur tersebut kemudian bergelar Kangjeng Ratu Kenconosari, yang merupakan Ratu Laut Selatan pasca abad VIII. Dalam kurun perjalan hidupnya sang ratu tetap mewujudkan cita-citanya, yakni menjadi raja-raja Tanah Jawa sebagai suaminya dan tetap melindungi dan membantu bot-repot (kesulitan) raja kalau diminta.

Ini terjadi sejak Joko Susuruh menjadi raja pertama di Majapahit dengan Patihnya Arya Bangah. Perjalanan waktu secara turun temurun raja-raja keturunan Majapahit, hingga runtuh dan berlanjut ke Kerajaan Matarm yang diawali dengan Panembahan Senopati. Pertemuan Panembahan Senopati dengan Kangjeng Ratu Kenconosari dikisahkan dalam Babad yakni saat akan membangun Kerajaan Mataram, Panembahan Senopati bertapa di Pantai Selatan (Parang Tritis – Parang Kesumo, sekarang Yogya Selatan) dan secara gaib adalah gerbang menuju ke Kerajaan Laut Kidul.

Pertemuannya dilanjutan dengan berbagai bantuan hingga terwujudnya Keraton Mataram. Hubungan sumai istri antara raja-raja Mataram dengan Kangjeng Ratu Kenconosari berlanjut hingga Mataram dipecah menjadi dua yakni Kartasura dan Yogyakarta, dimana selanjutnya Kartasura dipindahkan ke Desa Sala yang selanjutnya menjadi Keraton Surokerto Hadiningrat.

Hanya sampai Raja Mataram Surokerto yang ke IX tetap berjalannya hubungan dengan Kangjeng Ratu Kenconosari dalam kapasitas sebagai suami istri. Karena sejak penguasa dipegang Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Pakoe Boewono ke X, status Kangjeng Ratu Kenconosari bukan sebagai istri raja melainkan sebagai “ibu”. Ini terjadi saat itu PB X sedang bercengkrama bersama Kangjeng Ratu Kenconosari, mendadak PB X terpeleset, dan terucaplah secara spontan kata-kata dari mulut Kangjeng Ratu: . . .anakku ngger. . . (anakku sayang). Sabdo pandito ratu tan keno wola-wali (sabda raja tidak bisa berubah-ubah) maka sejak saat itu, atas kehendak hyang widhi, PB X bukan lagi suami Kangjeng Ratu Kidul melainkah telah berubah menjadi “anak”, dan sejak itu PB X hingga turun temurun trah Mataram untuk memanggil Kangjeng Ratu Kidul Seperti : ibu ratu. Ini berlangsung hingga pemerintahan PB ke XI, PB k XII, dan PB XIII yang sekarang berkuasa sebagai penerus generasi Mataram.

Dalam Babad disebutkan silsilsah raja-raja Majapahit yang diawali Raden Joko Susuruh setelah meninggal digantikan putranya aang Prabu Anom. Sang Prabu Anom meninggal digantikan putranya Sang Adinigkung, selanjutnya dengan meninggalnya Sang Adiningkung digantikan putranya Yakni Prabu Hayam Wuruk. Dan menurun ke putra Hayam Wuruk yakni Prabu Lembu Amisani, dan putra Prabu Lembu Amisani menggantikan ayahnya bergelar Arya Bratanjung. Meninggalnya Arya Bratanjung digantikan putranya Raden Alit yang selanjutnya bergelar Prabu Brawijaya I, yang dibantu Maha Pati Gajah Mada.

Konon saat runtuhnya Kerajaan Majapahit saat diserang para wali, salah satu putra Brawijaya terakhir yakni Brawijaya V yang bernama Raden Lembu Peteng dalam pelariannya sampai ke Desa Tarub yang akhirnya diambil menantu oleh Kyai Tarub dijodohkan dengan dengan Dewi Nawangsih, putra Dewi Nawangsih. Dari Ki Ageng Tarub inilah selanjutnya menurunkan raja-raja Mataram yang diawali oleh Danang Senapati pendiri Mataram.

Selain sebagai “ibu” kawulo Mataram, Kangjeng Ratu Kenconosari juga bertindak sebagai pelindung kawulo Mataram yang bermikum di bagaian Selatan. Kemudian sebagai pelindung yang ada di bagian utara, adalah masih bagian dari Kerajaan Laut Selatan yakni rekan Kangjeng Ratu kenconosari yang menjadi raja berhala, dari ras dewa yang kena kutuk dan bermukim di Alas Krendhowahono sebagai pusat kerajaannya; benama Kangjeng Ratu Dewi Kalayuwati (Bethari Durga) sebagai pelindung yang berada di bagian timur yakni Kangjeng Sunan Lawu atau Brawijaya VII. Dan yang berada di bagian barat sebagai pelindung yakni Kangjeng Ratu Mas (Ratu Kencono) yang bermukim di Gunung Merapi.

5. Kesimpulan dan Relevansinya
Berdasarkan Pustaka Babad Tanah Jawi yang diperkuat dengan hasil investigasi peraga spiritual Keraton (narasumber), maka keberadaan kerajaan lelembut di Laut Selatan dengan ratiu wanita, Kangjeng Ratu Kenconosari atau secara latah disebut Kangjeng Ratu Kidul, atau Kangjeng Ratu Angin Angin, adalah merupakan realita yang benar-benar ada dan masih eksis hingga sekarang.

Apakah masih relevan di abad modern ini orang masih mempercayai adanya sosok Ratu Laut Selatan tersebut. Bahkan perlunya “menyegani” sampai-sampai ada orang yang rela memberikan berbagai sesaji untuknya.

Meyakini, masih perlu dan tetap relevan, karena adanya makhluk ciptaan Tuhan yang diciptakan dari api yang disebut bangsa makhluk halus, oleh agama pun yang tertui di kitab suci, mengajarkan untuk diyakini keberadaannya. Tida terkecuali keberadaan Kangjeng Ratu Kencorosari atau Kangjeng Ratu Kidul. Ritual-ritual yang dilaksanakan hingga sekarang, termasuk pemberian (mempersembahkan) seaji, karena itu secara lahiriyah adalah meneruskan tradisi yang telah turun temurun dilakukan, maka tetap saja relevan dalam koridor pelestarian budaya leluhur.

Secara spiritual, apapun pemberian manusia kepada penguasa Laut Selatan bagi yang tau menghargai jasa, beliau telah mengendalikan keganasan makhluk-makhluk halus bawahannya yang selalu mengincar dan mengganggu manusia, langkah baik dan biijak perlu dihargai dan kalau toh kita memberkan sesaji sebagai visualisasi “tali asih” atau ucapan terima kasih, sepertinya itu hal yang biasa kita lakukan kepada siapa saja. Karena bisa kita bayangkan kalau para lelembut tidak dikendalikan, maka kesewenang-wenangan dan keganasannya terhadap manusia akan berlebihan, sebagaimana telah terjadi saat Kangjeng Ratu Kidul belum menjadi Kangjeng Ratu Kenconosari yang merupakan tiga karakter sukma tersebut.

Kecuali kalau kita “menyembah” beliau dengan kapasitas menduakan Tuhan Yang Maha Kuasa, itu baru namanya bertentangan dengan iman dan agama, tetapi sepanjang hubungan manusia dengan beliau sebagai umat yang disegani, sepertinya mungkin tidak apa-apa dilakukan. Demikian semoga bermanfaat. Sumonggo. . . . (*)

Sumber: Misteri Edisi 580 Tahun 2014

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih kunjungannya sahabatku. saya harap sudilah kiranya rekan dan sahabat meninggalkan sepatah atau dua patah kata di kolom komentar ini.

Harap berkomentar dengan sopan, dan juga mohon tidak promo. tidak mencantumkan kode-kode togel atau isi komentar yang berbau togel. jika melanggar dengan terpaksa komentar saya hapus...!! terima kasih