Sakaratul maut merupakan masa-masa terakhir menjelang ajal. Suatu kejadian yang berat, menakutkan serta mengerikan. Saat itu, orang merasakan begitu menyeramkan menyambut ajal. Orang bisa tenang jika mempunyai perbekalan akhirat yang cukup, tapi menjadi menakutkan manakala tak secuil pun kebajikan yang diperbuatnya sewaktu di dunia. Banyak memori keindahan yang terekam, tapi baying-bayang rasa sakit yang teramat sangat membuntuti.
Sakaratul maut adalah fase perjalanan yang akan dilalui manusia sebelum menuju alam akhirat. Fase ini merupakan jalan tersulit, dimana manusia akan menghadapi dan tidak bisa mengelak sedikit pun. Kehadiran sakaratul maut bisa menjadi suatu momok yang menakutkan bagi setiap orang karena rasa sakit yang amat tatkala nyawa direnggut dan dicabut dari badan. Persoalan ini telah dberitakan Allah SWT dalam firman-Nya:
Yang artinya: ”Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah apa yang selalu kamu hindari dan kamu lari menjauhinya.” (QS. Qaaf: 19)
Rasa sakit ini sungguh tiada terkira. Hingga akal seakan sulit menerima kebenarannya. Syaikh al-Kulayni meriwayatakan hadits dari Imam Ja’far ash-Shadiq yang berkata: “Suatu hari Rasul SAW menunjungi Imam Ali yang sedang sakit mata, dan dia merintih kesakitan. Rasulullah SAW bertanya: “Apakah jeritan itu disebabkan engkau tidak tahan atau lantaran rasa sakit yang luar biasa?” Imam Ali berkata: “Saya belum pernah merasakan sakit seperti ini.” Rasulullah SAW bersabda: “Ketika Malaikat Maut datang mencabut nyawa seorang kafir, dibawanya besi runcing seperti penusuk daging yang terbuat dari api. Malaikat kemudian mengeluarkan nyawanya dengan besi runcing tersebut, hingga orang kafir itu pun menjerit kesakitan.”
Setelah Imam Ali mendengarkan cerita tersebut, ia bangun, duduk lalu berkata: “Ya Rasulullah, ulangilah cerita itu, karena hal itu dapat melupakanku dari rasa sakit.” Imam Ali terus bertanya: “Apakah ada di antara umatmu ada yang nyawanya dicabut seperti itu?” Rasulullah SAW bersabda: “Ya, ada. Nyawa para penguasa yang dzalim, orang-orang yang memakan harta anak-anak yatim dengan dzalim dan orang-orang yang memberikan kesaksian palsu akan direnggut dengan cara demikian.”
Pada saat-saat kritis seperti ini, seakan semua kesulitan menghampiri manusia. Bayang-bayang rasa sakit saat nyawa dicabut dari badan – sebagaimana digambarkan di atas –, membuat mulut terasa bumkam tanpa bsa mengeluarkan sepatah kata, fisik tak berdaya lemah lunglai hingga jika ada satu benda sekecil apa pun jatuh di atas badannya akan dibiarkan begitu saja tanpa bisa dihindari, pelepasan dari seluruh anggota keluarga, yang sedang menangis serta yang susah untuk dilupakan adalah harta.
Mungkin saja ada banyak harta orang lain tersimpan padanya, yang belum sempat dikembalikan kepada pemiliknya atau yang dengan sengaja diambilnya secara tidak benar. Kini ia menyadari segala kesalahannya, padahal jalan untuk memperbaiki diri telah tertutup. Keindahan dan kenikmatan dunia yang pernah ia reguk semasa hidupnya hingga menjelang ajalnya, mulai menghilang dari pandangan matanya berganti dengan bayang-bayang kesedihan; apa yang akan terjadi setelah mati serta apa yang akan diterimanya nanti.
Berkaitan dengan persoalan harta, suatu hari Ali bin Abi Thalib pernah berkata: “Ia mengingat-ngingat harta yang telah dikumpulkan, dicari, dan diperolehnya tanpa memperdulikan dan memperhatikan apa harta itu jelas-jelas halal atau masih diragukan kehalalannya. Yang demikian itu kadang-kadang sudah lazim terjadi dalam pengumpulan harta. Kini, ia akan berpisah dengannya, dan harta itu pun diperuntukkan bagi orang-orang yang akan ditinggalkannya. Mereka akan bersenang-senang dengannya. Maka, harta itu dinikmati oleh orang lain, sedangkan beban dan tanggung jawab atas harta tersebut berada di pundaknya. Di sisi lain, ia merasa takut memasuki alam lain yang belum pernah dialaminya. Matanya mulai melihat hal-hal yang belum dialaminya. Allah SWT berfirman:
Yang artinya: ”Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan dari padamu tutup (yang Munutpi) matamu, dan penglihatanmu pada hari ini sangat tajam.” (QS. Qaaf: 22)
Di antara alam sadar, orang serasa melihat Rasulullah SAW serta malaikat pembawa rahmat dan adzab hadir di sisinya untuk memperlihatkan nasibnya. Selain itu, iblis dan golongannya juga datang untuk membuatnya ragu-ragu agar keimanannya sirna hingga ia meninggal dunia dalam keadaan tanpa iman. Kemudian ia juga melihat Malaikat Maut datang kepadanya dengan wajah menyenangkan atau mengerikan.
Ali RA berkata: “Semua kesulitan sakaratul maut telah mengepung dan mengerumuninya. Maka berubahlah segala sesuatu yang telah dianugarahkan kepadanya.”
Menurut beberapa keterangan, jika hendak mencabut nyawa seorang mukmin yang shaleh, malaikat menjelma dengan wajah menyenangkan, pakaian indah lagi wangi. Selain itu tutur kata dan penampilannya pun ramah, dan selalu didahului ucapan salam. Dengan keramahannya, ia akan menjemput orang mukmin itu penuh rasa hormat dan berlaku baik.
Sehingga orang itu tetap tenang dan tidak menampakkan ketakutan. Tapi tidak demikian halnya jika yang hendak dicabut nyawanya bukan orang mukmin. Malaikat Maut datang dengan memperlihatkan wajah garangnya. Kata-kata dan perilakuknya kasar, hingga nyawanya dicabut dengan paksa dan ia merasakan sakit yang hebat.
Demikianlah beberapa hal yang menyertai sakaratul maut. Menjelang ajal, ada yang meronta-ronta kesakitan, gelisah serta ketakutan. Orang bertingkah demikian karena orang yang bersangkutan merasa mempunyai banyak dosa yang belum sempat ia tebus sedangkan waktu taubat sudah tertutup.
Sebaliknya, ada yang menjelang ajalnya tampak tenang dan pasrah, wajahnya berseri-seri serta lancar mengucapkan istighfar. Bahkan seulas senyum kebahagiaan selalu menebar dari bibirnya. Ini menandakan bahwa yang bersangkutan sudah siap menghadap Yang Kuasa dengan bekal iman, taqwa dan amal shaleh yang dilakukan sewaktu di dunia.
Orang yang beriman siap menghadapi kematian dengan penuh harapan serta pegangan batin yang kokoh. Seperti diungkap H Bey Arifin dalam bukunya, Hidup Sesudah Mati, orang yang beriman bagai seorang penerjun paying. Dia melompat meninggalkan pesawat terbangnya dari angkasa yang tinggi. Namun dengan kepercayaan penuh bahwa parasut akan terkembang yang dapat menyelamatkan jiwanya. Hanya beberapa saat saja saat dia sedikit berbeda dan terkatung-katung di angkasa akhirnya dapat menginjak tanah kembali dengan kedua kakinya tanpa kurang suatu apa.
Ibnu Abbas meriwayatkan Nabi Ibrahim adalah orang yang sangat teliti. Ia mempunyai ruangan khusus untuk beribadah. Ke mana pun ia pergi, ia selalu mengunci pintu dan membawa anak kuncinya. Suatu hari ia begitu terkejut, ketika membuka pintu. Tenyata di dalamnya ada seseorang yang mencurigakan. “Siapa yang mengizinkan engkau memasuki ruang kamar ini?” tanya Ibrahim.
”Pemilik rumah ini yang menyuruhku masuk.”
”Aku pemilik rumah ini,” jawab Ibrahim.
”Yang memiliki bumi dan langit,”ucap orang itu dengan nada diplomatis yang membuat Ibrahim kian bingung. Ibrahim kemidian bertanya lagi untuk menuntaskan rasa penasarannya. “Jika begitu, siapa engkau sebenarnya?”
”Akulah malaikat maut,” jawabnya.
Nabi Ibrahim AS bertambah kaget, tapi berusaha menyembunyikan keterkejutannyadan kembali bertanya. “Dapatkah engkau menunjukkan sebagaimana hendak mencabut nyawa orang mukmin?”
”Tentu, alihkan pandangan sebentar.”
Ibrahim menuruti permintaan tamunya itu. Dan ketika kembali memperhatikannya, dilihatnya wajah dan penampilan malaikat maut sudah berubah. Malaikat maut telah mengubah diri menjadi seorang pemuda berparas tampan, berpakaian indah dan wangi.
Dari cerita di atas, tampaknya penjelmaan Malaikat Maut dalam sosok yang agung, tenang dan menyenangkan tergantung dengan kadar keimanan dan amal shaleh seseorang selama hidupnya. Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW pernah mengunjungi seorang anak muda yang sedang sekarat. Rasulullah mengajarkan kepadanya agar ia mengucapkan kalimat syahadat. Namun, mulu pemuda itutetap bumkam dan tak dapat mengucapkannya. Walau sudah berulang kali Rasulullah menyuruhnya, tak urung mulutnya tetap saja terkatup.
Kemudian Rasulullah bertanya kepada seorang wanita yang berada di dekat pemuda tersebut: “Apakah pemuda ini masih memiliki ibu?”
Wanita itu berkata: “Ya, akulah ibunya.”
Rasulullah bertanya: “Apakah kamu murka kepadanya?”
Ia menjawab: “Ya, sampai sekarang. Sudah enam tahun aku tak berbicara dengannya.”
Rasulullah berkata: “Relakanlah dia.”
Wanita itu berkata: “Semoga Allah meridhainya demi ridhamu, wahai Rasulullah.
Ketika ia mengucapkan kalimat yang menunjukkan kerelaannya, maka mulut sang pemuda pun terbuka. Rasulullah bersabda: “Ucapkanlah la ilaha illaallah (tiada tuhan selain Allah). Pemuda itu pun mengucapkannya.
Rasulullah bersabda: “Apakah yang engkau lihat?”
Ia berkata: “Seorang laki-laki berkulit hitam dengan wajah buruk dengan pakaian yang nemjijikan dan mendatangkan bau busuk serta mencekik leher pernapasanku.”
Rasulullah bersabda: “Ucapkanlah ya man yaqbalul yusira wa ya’fu ‘anil katsiri, iqbal minni al-yasira wa’fu ‘anni al-katsira. Innaka anta al-ghafir ar-rahim (Duhai Dzat yang menerima amal yang sedikit, dan yang memaafkan dosaku yang sangat banyak. Terimalah amal shalehku yang sedikit dan ampunilah dosaku yang amat banyak. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Maka pemuda itu membaca doa yang diajarkan Nabi SAW dan beliau bersabda: “Lihatlah! Apa yang tampak sekarang?”
Pemuda itu berkata: “Saya melihat seorang berkulit putih, berwajah tampan, mengenakan pakaian yang baik, tengah datang menghampiriku. Sementara itu orang yang berwajah hitam tadi membelakangiku dan hendak pergi.”
Nabi SAW berkata: “Ulangi doa itu!” Pemuda itu membacanya lagi.
Nabi SAW bertanya: “Apa yang kau lihat sekarang?”
Sang pemuda menjawab: ”Aku tida melihat lagi orang yang berwajah hitam itu, dan orang yang berwajah putih itu berada di sisiku.” Tak lama kemudian pemuda itu wafat. Gambaran seorang pemuda yang menghadapi sakaratul maut demikian susahnya itu menyiratkan bahwa penghormatan antara orang satu dengan yang lainnya, terlebih pada ibunya, sangat penting.
Dari kasus di atas, secara jeas meski Rasulullah membacakan talqin untuknya, tetap saja ia tak dapat mengucapkan kalimat tauhid. Setelah bunya memaafkan kesalahannya, barulah pemuda itu dapat membuka mulutnya dan mengucapkan kalimat syahadat.
Ada sebuah riwayat yang menjelskan bagaimana caranya agar peristiwa yang dikhawatirkan tidak terjadi seperti dalam cerita pemuda di atas. Syaikh ash-Shaduq meriwayatkan dari Imam as-Shadiq bahwa beliau berkata: Barang siapa ingin agar Allah memudahkan sakaratul mautnya, maka hendaklah ia menyambungkan tali silaturrahmi dan berbuat baik terhadap kedua orang tuanya. Jika ia berbuat demikian, Allah akan memudahkan segala kesulitan di saat nyawanya direnggut dari badan serta rezekinya dimudahkan.”
Dengan mengetahui sakaratul maut dan berbagai kejadian yang menyertai seharusnya menjadikan manusia tetap ingat bahwa dunia bukan ajang untuk memupuk kekayaan, kekuasaan serta gagah-gagah-an. Tapi media menusia untuk mempersiapkan bagaimana menghadapi kematian dan selanjutnya menuju kehidupan yang abadi. (Herry Munhanif/berbagai sumber)
Sabtu, 08 November 2014
Kedatangan Malaikat Saat Sakaratul Maut
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih kunjungannya sahabatku. saya harap sudilah kiranya rekan dan sahabat meninggalkan sepatah atau dua patah kata di kolom komentar ini.
Harap berkomentar dengan sopan, dan juga mohon tidak promo. tidak mencantumkan kode-kode togel atau isi komentar yang berbau togel. jika melanggar dengan terpaksa komentar saya hapus...!! terima kasih