Minggu, 23 Desember 2012

Provinsi

Provinsi
Adverlit

Hujan turun dengan beringas, meretas batas tirai malam. Langit gelap, angin dingin berkelebat. Air sungai, rawa, dan selokan merangkak naik ke badan jalan. Puluhan kendaraan terjebak dalam keranda banjir. Kwi Huan Gee meminta Wahab mengurangi laju motor matic-nya. Dilihatnya sekerumunan orang berbaris dan bersandar di pagr jembatan. Dirinya pun mengajak kekasihnya mendekat, berteduh di bawah hujan tak bersahabat.

Dalam kepanikan dan kebasahan, ia bertanya pada gemuruh halilintar yang mengalahkan suara tongkang dan sekoci. Gerangan apa yang terjadi hingga barisan pengendara berhimpit sesak di sepanjang Ampera.

"Ada yang mau bunuh diri," ucap Wahab, lelaki disebelahnya. Kwi Huan Gee pun tertegun, memeluk pemuda kurus berkulit kuning dan berambut ombak yang bersandar di Jembatan.

Ini tahun kedua Kwi Huan Gee menetap di Bumi Sriwijaya. Ia mahasiswa fakultas ilmu budaya sebuah universitas terkemuka di Provinsi Jeju, Korea Selatan. Lantaran misi kebudayaan yang digencarkan Negeri Ginseng, Kwi Huan Gee akhirnya pindah studi kemari guna memperdalam budaya Indonesia dan menyebarkan kebudayaan negaranya.

Selama dua tahun pula, sejak perhelatan olahraga akbar se-Asia Tenggara, SEA Games XXVI pada 2011 lalu, dirinya mengenal sungai dengan sembilan batanghari yang mengaliri provinsi ini. Sebelumnya, sungai besar ini diketahuinya sebagai sumber kehidupan dan kebudayaan masyarakat Sumatera Selatan. Akan tetapi, baru kali ia mengerti bahwa Sungai Musi juga menjadi tempat bunuh diri bagi remaja yang putus cinta.

"Siapa yang terjun ke sungai?" tanya Kwi Huan Gee.

"Entahlah. Semoga buak Sahara," tutr Wahab, memasangkan jaket ke tubuh Kwi Huan Gee.

Demikian adanya, remaja-remaja di provinsi ini pun tengah dilanda demam Korea, negara kelahiran Kwi Huan Gee. Mulai dari rambut, dunia fashion, film drama, K-Pop, hingga Gangnam Style hampir setiap hari dijumapainya digunakan remaja provinsi ini. Dalam misi negara, Kwi Huan Gee bangga ekspansi kebudayaan negerinya melanda hingga pelosok Nusantara. Akan tetapi, air mata Kwi Huan Gee menetes di antar hujan, saat mengetahui sebagian besar remaja di provinsi ini telah melupakan budaya sendiri dan membanggakan kebudayaan negara lain.

"Bukankah, provinsi ini menyimpan sejarah budaya dan peradaban besar, sebuah kerajaan maritim terbesar di Asia Tenggara," ucap Kwi Huan Gee.

"Ya. Sriwijaya," terang Wahab.

"Mengapa kalian tidak begitu peduli," tanya perempuan muda itu. Wahab diam dan membalut tubuh kekasihnya dari angin sungai danair hujan.

Kwi Huan Gee mengenal provinsi ini dari buku-buku di perpustakaan negerinya. Sejak abad ke-7 , provinsi ini terkenal dengan adanya Kerajaan Sriwijaya. Kerajaan maritim terbesar dan terkuat di Nusantara menerapkan pengaruhnya sampai ke semenanjung korea. Pada abad ke-13 sampai ke-14, provinsi ini berada di bawah kekuasaan Majapahit. Provinsi ini juga pernah menjadi daerah tak bertuan dan bersarangnya bajak laut dari negeri Cina dan korea.

Awal abad ke-15 Kolonialisme Eropa dan Jepang menguasainya. Kini provinsi ini semakin dikenal masyarakat dunia karena segudang prestasi yang gemilang.

Di provinsi ini terdapat Bukit Barisan nan subur, karena banyaknya anak sungai yang meliuk dan menjalar ke pelosok daerah. Provinsi ini yang beribu Kota Palembangini merupakan pintu gerbang ke provinsi lain di Pulau Sumatera. Sungai Musi yang menghubungkan provinsi ini ke Laut Cina Selatan hingga dapat mengakses pusat perdagangan dunia di jalur laut.

Secara geografis provinsi ini terletak antara 1° dan 4° Lintang Selatan dan antara 102° dan 108° Bujur Timur. Kelembaban udara provinsi yang subur ini mencapai 78%. Kisaran curah hujan variasi antara 2.000-3.000 mm per tahun dan rata-rata kecepatan angin 3,23 km per jam. Suhu berkisar antara 21.8° C dan 32.2° C. Demografi provinsi ini didukung sistem perkebunan, pertambangan berat, perdagangan, dan perairan. Penduduk di provinsi ini sangat padat, dengan pertumbuhan penduduk rata-rata nasional sebesar 2,144% per tahun.

Provinsi Sumatera Selatan seluas 103.688 km persegi memberikan kesan tersendiri bagi Kwi Huan Gee. Berbeda dengan tanah kelahirannya. Provinsi Jeju adalah pulau terbesar di sebelah selatan Semenanjung Korea. Pulau Jeju terbentuk sekitar dua juta tahun lalu akibat aktivitas vukanis Gunung Halla (Hallasan) dengan tinggi 1.950 m. Pulau itu bercuaca hangat sepanjang tahun dan pada musim dingin jarang turun salju. Orang-orang di negerinya menjulukinya samdado, pulau yang kaya bebatuan, wanita dan angin. Garis pantai pulau sepanjang 253 km, dengan luas keseluruhan 1.825 km² dengan suhu rata-rata pertahunnya 14,6° C dan 4,7° di musim dingin.

pendudk Jeju adalah pekerja keras yang mengerjakan berbagai pekerjaan sulit dan berat untuk bertahan hidup, seperti mencari abalon dan kerang dengan cara menyelam ke dasar laut, membangun pelabuhan, beternak, membuat kapal dan bertani.

Peristiwa berdarah dalam sejarah yang menghilangkan silsilah keluarganya terjadi saat pembentukan tahun 1948 hingga meletusnya Perang Korea (1950-1953). Karenanya, warga Jeju dikenal sebagai orang-orang yang tabah dan mampu bertahan dalam situasi sesulit apa pun.

Semasa kecil Kwi Huan Gee dibesarkan di Kampung Seongeup. Keluarganya selalu mengajaknnya bermain ke Mokseokwon, Kebun Raya Halla, dan gua Manjanggul. Air Terjun Cheonjeyeon dan Jeongbang, Kawah Sangunburi, Chisatgae.

Makanan kesukaannya, Jeonbokjuk dan bubur abalon sudah mulai terlupakan. Keluarga Kwi Huan Gee sudah tidak ada lagi, semua hilang saat tragedi di Pulau Jeju. Kini di provinsi tempat ia belajar, Kwi Huan Gee mulai akrab dengan keindahan Gunung Dempo dan Bukit Telunjuk, Ait Terjun Ndikat dan Bedegung, Danau Ranau, Gua Putri, Taman Sembilang, hingga Jakabaring Sport City. Lidahnya mulaiakrab dengan pempek dan tempoyak. Di provinsi ini, Kwi Huan Gee Telah menemukan cinta pertamanya di hati Wahab, putra daerah Sumatera Selatan.

Hujan turun tanpa beringas, merias paras dalam bingkai perawan. Langit gelap, angin tak lagi berkelebat. Air sungai, rawa, dan selokan perlahan surut. Kwi Huan Gee meminta Wahab menghidupkan motor matic-nya. Dilihatnya masih memandangi sekerumunan orang berbaris dan bersandar di pagar jembatan. Dirinya meminta kekasihnya menjauh, di bawah maut tak bersahabat. Dalam ketenangan dan kesyahduan, ia berpesan pada bintang dan rupa bulan. "Makamkan aku dalam kebudayaanmu," pinta Kwi Huan Gee melepas genggaman tangan kekasihnya Wahab sambil mengembangkan senyum saat menjatuhkan dirinya ke sungai. (*)

Citra Budaya
Sumatera Ekspres, Minggu, 2 Desember 2012
* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih kunjungannya sahabatku. saya harap sudilah kiranya rekan dan sahabat meninggalkan sepatah atau dua patah kata di kolom komentar ini.

Harap berkomentar dengan sopan, dan juga mohon tidak promo. tidak mencantumkan kode-kode togel atau isi komentar yang berbau togel. jika melanggar dengan terpaksa komentar saya hapus...!! terima kasih